Abstrak
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu masalah kesehatan utama di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua. Saat ini masalah Kesehatan bukan hanya berupa penyakit menular tetapi juga penyakit tidak menular yang timbul dari gaya hidup tidak sehat dan kondisi lingkungan yang buruk. Masalah kesehatan yang berupa penyakit menular dan tidak menular berawal dari kurangnya penerapan upaya preventif dan promotif. Masalah kesehatan yang menjadi masalah adalah infeksi pernapasan akut yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan phbs individu maupun kelompok pada masyarakat papua dengan tempat tinggal honay. Indonesia adalah negara dengan beraneka suku dan budaya. Suku-suku tersebar di berbagai pulau dengan kondisi iklim setempat yang sangat beragam. Masyarakat lokal sejak dahulu telah merancang huniannya sebagai strategi menghadapi kondisi iklim, tak terkecuali masyarakat lokal Papua. Kondisi cuaca di Papua yang cukup ekstrem akhirnya memaksa penduduk untuk selalu beradaptasi dengan alam sekitarnya. Di kabupaten Nduga Distrik Mbua adalah suku Nduga yang bermukim di Papua dengan unsur-unsur iklim yang kontras. Hunian setiap suku berbeda seperti: rumah Honai, rumah Jew, dan rumah Yame Owaa masing-masing bentuk, material, dan konstruksi yang berbeda-beda. Namun, keberadaan rumah honai juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan, khususnya penyakit pernapasan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi hubungan antara desain dan material rumah honai dengan prevalensi penyakit pernapasan di kalangan penghuninya. Melalui analisis data kesehatan dan wawancara dengan masyarakat, ditemukan bahwa faktor-faktor seperti ventilasi yang buruk, penggunaan kayu bakar sebagai sumber energi, dan kondisi lingkungan sekitar berkontribusi pada meningkatnya risiko penyakit pernapasan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pengambil kebijakan dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan melalui perbaikan kondisi tempat tinggal.
Kata Kunci:Â ISPA, Kelembapan, PHBS, Rumah Honay, Mbua, Kabupaten Nduga, Papua.
I. PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Terjadinya ledakan jumlah penduduk jika perkembangan penduduk sangat cepat sehingga usaha peningkatan kualitas penduduk sulit dilakukan dan menyebabkan permasalahan ketersediaan lahan, air bersih, kualitas lingkungan, sanitasi lingkungan, sosioekonomi dan kebutuhan pangan (Welianto, 2022).
Sanitasi Lingkungan  adalah  Status kesehatan  yang  ada pada suatu lingkungan yang mencakup penyediaan air bersih, pembuangan kotoran, lingkup pemukiman (Huda, 2016). Penyediaan sumber air bersih untuk kehidupan sehari-hari dan air bersih yang layak untuk air minum adalah bagian dari upaya pelaksanaan sanitasi. Menurut Harriet et al (2016) dalam penelitiannya bahwa sanitasi dan pengolahan air merupakan faktor yang risiko terhadap kejadian stunting pada tiga wilayah yakni Jayawijaya, Jawa Tengah,  dan Sikka Nusa Tenggara timur. Stunting pada  anak  akan menjadi  hambatan  yang mempengaruhi perkembangan 162 juta anak di bawah usia 5 tahun di seluruh dunia (WHO, 2014) dalam (Pangesti, okta bella, 2023).
Menurut WHO (World Health Organization) menjelaskan bahwa Infeksi saluran pernapasan akut merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas penyakit terbesar di dunia. Hampir 4 juta orang meninggal setiap tahun akibat infeksi saluran pernapasan akut dari kematian tersebut 98% disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Bahkan kematian bayi, anak-anak dan orang tua sangat tinggi, terutama di negaranegara miskin rendah dan sedang. Infeksi saluran pernapasan akut adalah salah satu alasan paling umum untuk berkonsultasi atau perawatan di fasilitas pelayanan kesehatan, khususnya fasilitas anak (WHO, 2020).
Baca Juga:Â Kepemimpinan Visioner Gubernur Muhammad Ridwan Rumasukun dalam Membangun Papua ke Arah yang Lebih Baik
Menurut data SKI 2023 prevalensi ISPA berdasarkan diagnosis atau gejala pada semua umur secara nasional sebesar 23,5% dengan prevalensi provinsi tertinggi adalah Papua Pegunungan (41,7%) dan Provinsi Papua Tengah (39,4%) dan Nusa Tenggara Timur (36,3%). Provinsi terendah adalah Kepulauan Riau (11,4%) dan Bangka Belitung (12,4%). Prevalensi ISPA pada balita meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2018 (ISPA: 12,8% menjadi 34,2%).
Masyarakat Mbua di Kabupaten Nduga, Papua, mayoritas tinggal di rumah tradisional yang disebut honai. Rumah honai ini khas karena bentuknya yang bulat dengan atap jerami atau ilalang dan tanpa adanya jendela atau ventilasi. Desain honai yang tertutup ini dimaksudkan untuk mempertahankan kehangatan di dalam ruangan, yang penting bagi masyarakat di daerah pegunungan Papua yang sering mengalami suhu dingin. Namun, ketiadaan ventilasi menyebabkan sirkulasi udara menjadi sangat terbatas. Hal ini berdampak pada kualitas udara di dalam honai, yang cenderung lembap dan mengandung asap dari kegiatan memasak atau penghangat ruangan yang dilakukan di dalam rumah.
b. Masalah
Angka Ispa khususnya didaerah Papua pegunungan menurut data SKI 2023 adalah angka yang tinggi dari provinsi lain yaitu (41,7%) dan Prevalensi ISPA pada balita meningkat hampir 3 kali lipat dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2018 yaitu (ISPA: 12,8% menjadi 34,2%). Hal ini sejalan dengan faktor dampak dari faktor lingkungan rumah honai dan phbs pada masayarakat papua yang menyebabkan terjadinya penyakut ISPA.
c. Tujuan
Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor lingkungan pada rumah Honay yang berhubungan dengan kejadian ISPA di Distrik Mbua, Kabupaten Nduga, Provinsi Papua.
Baca Juga:Â Penyimpangan Hukum yang Terjadi pada Masyarakat Adat di Papua
II. PEMBAHASAN
a. Landasan Teori
Masalah kesehatan di Indonesia yang beragam merupakan salah satu faktor penghambat pembangunan di Indonesia. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga kesehatan. Perilaku masyarakat yang kurang menjaga kebersihan serta pola hidup yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak sehat berdampak pada kesehatan masyarakat tersebut. Banyak penyebab masalah kesehatan berupa perilaku masyarakat dan kondisi lingkungan yang buruk. (Mitra dan Mitra 2012)
Kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan berdampak pada tingginya masalah penyakit baik yang menular maupun tidak menular. Penyakit menular erat kaitannya dengan perilaku hidup bersih dan sehat yang dimiliki masyarakat. Penyakit tidak menular seperti ISPA, hipertensi, diare, malaria, infeksi kulit, erat kaitannya dengan penyediaan air minum yang tidak memenuhi syarat, sanitasi lingkungan yang buruk dan hygiene perseorangan yang buruk (Suriadi and Marwoto 1991).
Rumah honai adalah struktur tradisional yang banyak ditemukan di Papua, Indonesia. Rumah ini biasanya terbuat dari bahan-bahan alami seperti kayu, bambu, dan ilalang, serta dirancang untuk beradaptasi dengan iklim dan lingkungan setempat. Meskipun honai memiliki nilai budaya yang tinggi dan merupakan simbol identitas masyarakat Papua, terdapat sejumlah masalah kesehatan yang terkait dengan desain dan bahan bangunannya, khususnya dalam konteks penyakit pernapasan. Menurut data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penyakit pernapasan merupakan salah satu penyebab utama kematian di Indonesia, dengan prevalensi yang lebih tinggi di daerah pedesaan, termasuk Papua (Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Penting untuk memahami bagaimana kondisi fisik rumah honai dapat memengaruhi kesehatan penghuninya. Struktur honai yang biasanya tidak memiliki ventilasi yang memadai dapat mengakibatkan penumpukan asap dari aktivitas memasak di dalam rumah. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti bronkitis, asma, dan infeksi saluran pernapasan akut. Menurut penelitian oleh WHO, sekitar 3,8 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat paparan asap dari penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak (World Health Organization, 2018). Dalam konteks Papua, di mana banyak masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar, masalah ini menjadi sangat relevan.
b. Kajian Teknis
Rumah Layak Huni
Rumah layak huni adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Dengan rumah yang layak huni, keluarga yang tinggal di dalamnya dapat tinggal secara nyaman. Selain itu, rumah layak huni juga berkaitan erat dengan kesehatan anggota keluarga yang tinggal di dalamnya. Rumah layak Rumah tangga dikatakan menempati rumah layak huni apabila memenuhi 4 (empat) kriteria yaitu: Kecukupan luas tempat tinggal minimal 7,2 m2 per kapita, Memiliki akses air minum layak, Memiliki sanitasi layak, Memenuhi kriteria ketahanan bangunan (durable housing) yaitu: Atap layak berupa: atap terluas berupa beton, genteng, seng dan kayu/sirap, dinding terluas berupa tembok, plesteran anyaman bambu/kawat, anyaman bambu dan batang kayu; dan lantai terluas berupa: marmer/granit, keramik, parket/vinil/karpet, ubin/tegel/teraso, kayu/papan dan semen/bata merah.
Didukung dengan data Proporsi yang menggunakan Jenis Bahan Bangunan Utama Plafon/Langit-langit Rumah Terluas Rumah Tangga menurut Provinsi, SKI 2023, jelas terlihat untuk papua pegunungan paling banyak menggunakan kayu yaitu 75,9%, GRC 0,8%, Gypsum 0,3%, Asbes 0,1%, PVC 0,4%, Lainnya 1,7% dan tidak menggunakan atap 20,9%.
Pada sisi lain untuk masyarakat papua, kondisi fisik rumah honai dapat memengaruhi kesehatan penghuninya. Struktur honai yang biasanya tidak memiliki ventilasi yang memadai dapat mengakibatkan penumpukan asap dari aktivitas memasak di dalam rumah. Hal ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti bronkitis, asma, dan infeksi saluran pernapasan akut. Menurut penelitian oleh WHO, sekitar 3,8 juta orang di seluruh dunia meninggal setiap tahun akibat paparan asap dari penggunaan bahan bakar biomassa untuk memasak (World Health Organization, 2018). Dalam konteks Papua, di mana banyak masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan bakar, masalah ini menjadi sangat relevan.
Baca Juga:Â BEM UI vs TNI: Konflik Papua dan Kompleksitas Hak Asasi Manusia
Didukung dengan data Proporsi Rumah Layak Huni Untuk Rumah Tangga Menurut Provinsi, SKI 2023, jelas terlihat untuk papua pegunungan paling bisa dikatakan paling rendah untuk rumah layak huni yaitu 21,5%, Luas lantai perkapita 77,4%, Air minum layak 63,8%, Ketahanan Bangunan Layak 72,2%, Sanitasi layak 30,3%.
Higiene Dasar
Mencuci tangan dengan sabun telah disepakati sebagai prioritas higiene utama untuk meningkatkan kesehatan, dan keberadaan fasilitas cuci tangan dengan sabun dan air yang tersedia. Pertanyaan mengenai sub bab higiene dasar menjawab indikator SDG 6.2.1 mengenai proporsi penduduk yang mendapatkan layanan sanitasi aman dan fasilitas cuci tangan pakai sabun dan air di akhir 2030, serta menjawab salah satu indikator pilar 2 STBM mengenai Cuci Tangan Pakai Sabun.
Didukung dengan data Proporsi Ketersediaan Fasilitas Cuci Tangan Rumah Tangga Menurut Provinsi, SKI 2023, jelas terlihat untuk papua pegunungan paling bisa dikatakan tidak ada fasilitas didalam rumah yaitu 15,4%, ada diluar rumah 22,7%, Tidak ada tempat cuci tangan 57,5%.
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas)
ISPA merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang menyebar melalui udara. Penyakit ini dapat menular apabila virus atau bakteri yang terbawa dalam droplet terhirup oleh orang sehat. Droplet penderita dapat disebarkan melalui batuk atau bersin. Proses terjadinya penyakit setelah agent penyakit terhirup berlangsung dalam masa inkubasi selama 1 sampai 4 hari untuk berkembang dan menimbulkan ISPA. Apabila udara mengandung zat – zat yang tidak diperlukan manusia dalam jumlah yang membahayakan Oleh karena itu kualitas lingkungan udara dapat menentukan berbagai macam transmisi penyakit (Shibata et al dalam Nur, Sonia A. 2017).
Didukung dengan data Prevalensi pada semua umur Menurut Provinsi, SKI 2023, jelas terlihat untuk papua pegunungan paling banyak kejadian ISPA yaitu 41,7% pada semua kalangan umur.
Baca Juga:Â Upaya Meningkatkan Ekonomi dengan Buah: Pemanfaatan dan Potensi Buah Merah Khas Papua
Hubungan Kelembapan dengan Kejadian ISPA
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 1077/Per/V/2011 tentang persyaratan kesehatan perumahan, kelembapan yang memenuhi syarat persyaratan adalah berkisar antara 40% – 60%. Kelembapan yang sangat tinggi serta rendah dapat menyebabkan suburnya pertumbuhan mikroorganisme. Akibat kelembapan udara yang tinggi dapat mempengaruhui pertumbuhan mikroorganisme lebih cepat dan debu yang ada di dalam ruangan akan meningkat. Sehingga dapat menyebabkan gangguan pernapasan manusia seperti ISPA, Asma. Untuk kelembapan yang tinggi dapat diturunkan dengan cara menambah lusa ventilasi agar meningkatkan sirkulasi udara dan pencahayaan.
Kelembapan adalah jumlah uap air yang dapat dipengaruhi oleh sirkulasi udara di dalam rumah. Kelembapan dapat diukur dengan menggunakan Hygrometer. Tingkat kelembapan selain dipengaruhi oleh lingkungan rumah juga dapat dipengaruhi oleh faktor cuaca dan keringat manusia. Kelembapan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberlangsungan hidup mikroorganisme. Selain itu kelangsungan hidup mikroorganisme dan debu rumah yang terdapat pada permukaan akan meningkat pada RH > 60 % dan dapat menyebabkan gangguan pernapasan seperti ISPA, asma (Mila et al., 2020).
Struktur rumah honai yang terbuat dari bahan organik, seperti kayu dan ilalang, cenderung menyerap kelembapan dari lingkungan sekitar. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Cenderawasih, sekitar 70% rumah honai di Papua menunjukkan tingkat kelembapan yang tinggi, yang berkontribusi pada pertumbuhan jamur dan bakteri (Universitas Cenderawasih, 2019). Kondisi ini dapat memperburuk masalah kesehatan, terutama bagi individu yang memiliki sensitivitas terhadap alergen.
Pertumbuhan jamur di dalam rumah dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk alergi dan infeksi saluran pernapasan. Sebuah studi yang dilakukan di daerah pedesaan Papua menunjukkan bahwa 30% penghuni honai mengalami gejala alergi, seperti bersin-bersin dan mata gatal, yang dihubungkan dengan keberadaan jamur di dalam rumah (Kementerian Kesehatan RI, 2020). Jamur dapat melepaskan spora yang terhirup dan memicu reaksi alergi, yang berpotensi menyebabkan asma dan masalah pernapasan lainnya.
Hubungan PHBS dengan Kejadian ISPA
Masalah penyakit menular disebabkan oleh kesadaran masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Indonesia yang masih rendah. Data Riskesdas menyebutkan bahwa, hanya mencapai 38,7% rumah tangga yang telah mempraktekkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada tahun 2007. Oleh sebab itu, Kementerian Kesehatan membuat rencana strategis tahun 2010-2014 yang menargetkan rumah tangga memprakkan PHBS pada tahun 2014 sebanyak 70%. Kementerian Kesehatan RI membuat Indikator Kinerja Utama dengan salah satunya melihat Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS.
Kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah melakukan kegiatan di luar rumah atau sebelum makan, adalah langkah penting dalam PHBS untuk mencegah penyebaran patogen penyebab ISPA. Dalam kondisi lingkungan tertutup seperti Honay, paparan terhadap virus dan bakteri dapat meningkat, dan higiene pribadi menjadi kunci dalam mengurangi risiko penularan infeksi antar anggota keluarga. Namun karena minimnya pengetahuan dan kebiasaan hidup dipapua yang mengakibatkan higiene kurang bahkan sangat perlu diperhatikan guna meningkatkan derajat kesehatan masyarakat papua.
Baca Juga:Â Ketidakseimbangan Perhatian Pemerintah: Rohingya vs Kelaparan di Papua
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula, ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut antara lain mencakup perumahan , pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotoran (limbah), dan sebagainya (Suyono, 2012).
Menurut Notoatmodjo (2010), hidup manusia tidak lepas dari pengaruh lingkungan. Lingkungan dapat dibagi 3 jenis yaitu lingkungan biologi, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Antara satu jenis lingkungan dengan lainnya saling mempengaruhi. Lingkungan biologi terdiri dari semua makhluk hidup  termasuk manusia,  hewan,  tumbuhan,  dan  mikroorganisme. Lingkungan  fisik  terdiri  dari  benda-benda  tidak hidup  termasuk  matahari, cuaca atau iklim, bangunan, tanah tempat  tinggal, dan lain-lain. Sementara lingkungan sosial adalah semua jenis prilaku individu dalam masyarakat, seperti terjadinya interaksi sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat baik secara luas ataupun pada tingkat yang lebih sempit.
Hasil  penelitian  ini  sesuai  dengan  teori  Sari  (2017),  lingkungan  dapat berperan menjadi penyebab langsung, sebagai faktor yang berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit, sebagai medium transmisi penyakit dan sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan penyakit. Udara yang tercemar secara langsung dapat mengganggu sistem pernapasan, air minum yang tidak bersih secara langsung dapat membuat sakit perut. Udara yang lembab dapat berpengaruh dalam menunjang terjangkitnya penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Dampak Asap dari Aktivitas Memasak & Merokok
Salah satu masalah utama yang dihadapi oleh penghuni rumah honai adalah paparan asap dari aktivitas memasak. Di banyak rumah honai, proses memasak dilakukan di dalam ruangan dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar utama. Menurut penelitian oleh Badan Pusat Statistik, sekitar 80% rumah tangga di Papua masih bergantung pada kayu sebagai sumber energi untuk memasak (BPS, 2021). Paparan jangka panjang terhadap asap ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, terutama pada sistem pernapasan.
Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu mengandung berbagai zat berbahaya, termasuk partikel halus, karbon monoksida, dan senyawa organik volatil. Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Papua, sekitar 45% anak-anak yang tinggal di rumah honai mengalami gejala penyakit pernapasan, seperti batuk dan sesak napas, yang dihubungkan dengan paparan asap dari kegiatan memasak (Universitas Papua, 2020). Hal ini menunjukkan bahwa risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh asap tidak hanya memengaruhi orang dewasa tetapi juga anak-anak, yang lebih rentan terhadap efek negatif dari polusi udara dalam ruangan.
Selain itu, penelitian oleh WHO menunjukkan bahwa paparan jangka panjang terhadap asap dalam ruangan dapat meningkatkan risiko penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) hingga 50% pada wanita yang sering terpapar asap saat memasak (World Health Organization, 2018). Di Papua, di mana banyak wanita terlibat dalam aktivitas memasak di rumah, ini menjadi perhatian serius bagi kesehatan masyarakat. Dengan meningkatnya kasus PPOK, beban kesehatan ini tidak hanya berdampak pada individu tetapi juga pada sistem kesehatan secara keseluruhan.
Analisis WHO, menunjukkan bahwa efek buruk asap rokok lebih besar bagi perokok pasif dibandingkan perokok aktif. Ketika perokok membakar sebatang rokok dan menghisapnya, asap yang dihisap oleh perokok disebut  asap  utama, dan asap yang keluar  dariujung rokok (bagian yang terbakar) dinamakan sidestream smoke atau asap samping. Asap samping ini terbukti mengandung lebih banyak hasil pembakaran tembakau dibanding asap utama. Asap ini mengandung karbon monoksida 5 kali lebih besar, tar dan nikotin 3 kali lipat, amonia 46 kali lipat, nikel 3 kali lipat, nitrosamine sebagai penyebab kanker kadarnya mencapai 50 kali lebih besar asap sampingan dibandingdengan kadar asap utama.
Baca Juga:Â Kemiskinan di Papua Barat
Upaya Perbaikan dan Inovasi Dalam Desain Rumah Honai
Seiring dengan meningkatnya kesadaran akan dampak kesehatan dari rumah honai, berbagai upaya perbaikan dan inovasi dalam desain rumah mulai dilakukan. Salah satu pendekatan yang dapat diterapkan adalah penerapan prinsip desain yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Menurut penelitian oleh Widianto (2022).
Desain rumah yang memperhatikan ventilasi yang baik dan penggunaan material yang tidak berbahaya dapat membantu mengurangi risiko penyakit pernapasan.
Inovasi dalam penggunaan material bangunan juga menjadi penting. Misalnya, penggunaan bahan bangunan yang lebih sehat, seperti bambu atau material daur ulang, dapat mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan. Penelitian oleh Sari dan Nugroho (2021) menunjukkan bahwa rumah yang dibangun dengan bahan alami memiliki kualitas udara yang lebih baik dibandingkan dengan rumah yang menggunakan material sintetis.
Penerapan teknologi modern dalam pembangunan honai juga menjadi salah satu solusi. Misalnya, penggunaan sistem ventilasi yang baik dan alat pemanas yang lebih efisien dapat membantu meningkatkan kualitas udara dalam ruangan. Data dari penelitian menunjukkan bahwa rumah yang dilengkapi dengan sistem ventilasi mekanis memiliki tingkat polusi udara yang lebih rendah dibandingkan dengan rumah tradisional.
Selain itu, program pelatihan bagi masyarakat tentang teknik pembangunan yang lebih sehat dapat membantu meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam membangun rumah honai yang lebih baik. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses perbaikan, diharapkan mereka dapat lebih memahami pentingnya kesehatan dalam desain rumah.
Dengan demikian, upaya perbaikan dan inovasi dalam desain rumah honai sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi masyarakat Papua. Melalui pendekatan yang berkelanjutan dan partisipatif, diharapkan dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Baca Juga:Â Kearifan Budaya, Instrumen Penyangga Keberlanjutan Sumberdaya Alam di Tanah Papua
III. KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa rumah honai memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan penghuni, terutama dalam hal penyakit pernapasan. Faktor-faktor seperti ventilasi yang buruk, penggunaan kayu bakar, dan kondisi lingkungan sekitar berkontribusi pada meningkatnya risiko penyakit tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang komprehensif untuk menangani masalah ini.
Rumah tanpa ventilasi yang baik dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan seperti Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) karena kualitas udara yang buruk. Asap yang terperangkap di dalam ruangan dapat mengandung partikel berbahaya yang mengiritasi saluran pernapasan dan menjadi lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan patogen penyebab ISPA, paparan berulang terhadap polutan udara dalam rumah yang lembap dan minim ventilasi meningkatkan risiko ISPA pada kelompok rentan, seperti anak-anak dan lansia. Menyatakan bahwa rumah dengan ventilasi yang tidak memadai atau tanpa ventilasi secara langsung berdampak pada kualitas udara dalam ruangan dan kesehatan pernapasan penghuninya
b. Saran
Rekomendasi yang dapat diberikan antara lain adalah perlunya perbaikan desain rumah honai dengan memperhatikan aspek kesehatan, seperti ventilasi yang baik dan penggunaan material yang ramah lingkungan. Selain itu, edukasi masyarakat tentang alternatif sumber energi yang lebih bersih juga sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada kayu bakar.
Pemerintah dan organisasi terkait perlu bekerja sama untuk menyediakan akses ke teknologi energi terbarukan dan program pelatihan bagi masyarakat. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta lingkungan yang lebih sehat dan aman bagi penghuni honai. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan wawasan bagi pengambil kebijakan dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesehatan melalui perbaikan kondisi tempat tinggal. Penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai hubungan antara desain rumah dan kesehatan penghuni, agar solusi yang diusulkan dapat lebih efektif.
Penulis:
Rini Puspasari
Mahasiswa Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Lampung
Editor:Â Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News
Daftar Pustaka
Azkiya Dzil Izzati, , (2022)., Analisi Dampak Teknologi Modern Terhadap Masalah Lingkungan https://books.google.co.id/books?id=e2hhEAAAQBAJ&lpg=PA2&ots=pRuZ1s4sOv&dq=Dampak%20kelembapan%20rumah%20seperti%20rumah%20honay%20papua%20terhadap%20kejadian%20ispa%20di%20indonesia&lr&pg=PP3#v=onepage&q&f=false., ISBN 978-623-5578-34-7. diakes tanggal 13 November 2025
Welianto, (2022). Permasalahan Kependudukan di Indonesia. Kompas.Com
Huda,       2016 .     Sanitasi     MTS     Nuris     Antrigo.     availabel     at http://megaayup.web unej.ac.id/.diakes tanggal 13 November 2025
Pratiwi, et al. 2022. Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di Lembaga Permasyarakatan Narkotika Kelas II A Sungguminasi Gowa. Journal of Muslim Communityhealth(Jmch), 3(3), 13–28. (Online). http://pascaumi.ac.id/index.php/jmch/article/view/982/1061. (Diakses tanggal 4 Desember 2022).
Mila, et al. 2020. Kesehatan Lingkungan Perumahan. (Onlie) http://repositori.uinalauddin.ac.id/19812/1/2020_Book Chapter_Kesehatan Lingkungan Perumahan.pdf. (Diakses tanggal 16 Desemeber 2022).
Kemenkes, Republik Indonesia. 2020. Profil Kesehatan Indonesia. In IT – Information Technology (Vol. 48, Issue 1). (Online) https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6. (Diakses tanggal 7 Desember 2022)
Kemenkes, Repuplik Indonesia. 2023. SKI.
Badan Pusat Statistik (BPS). (2021). Statistik Kesehatan Papua.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Laporan Kesehatan Masyarakat.
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (LPPK). (2021). Penelitian Kesehatan Lingkungan.
Universitas Cenderawasih. (2019). Studi Kelembapan dan Kesehatan di Rumah Honai.
Universitas Papua. (2020). Dampak Asap Terhadap Kesehatan Anak.
World Health Organization (WHO). (2018). Global Health Observatory Dat
Widianto, R. (2022). Desain Berkelanjutan untuk Kesehatan Masyarakat. Jurnal Desain dan Kesehatan, 7(1), 15-30
Sari, N., & Nugroho, A. (2021). Material Ramah Lingkungan dalam Pembangunan Rumah. Jurnal Teknik Sipil, 14(4), 90-100.
Notoatmodjo, S.,2010. Metodologi  Penelitian  Pengetahuan,  Sikap,  dan  Perilaku Manusia. Yogyakarta: Nuha Medika
Sari, Dian dkk., 2017 Analysis Of Risk Factors Attenistic ISPA Attendance On The Center In Puskesmas Bakti.