Peran Buzzer dalam Pembentukan Opini Publik saat Menjelang Pemilu

Buzzer dalam Pembentukan Opini Publik
Ilustrasi Buzzer (Sumber: https://unair.ac.id/ramai-fenomena-buzzer-jelang-pemilu-ini-kata-pakar-politik/)

Pemilihan Umum (PEMILU) yang dilaksanakan setiap 5 tahun sekali pasti selalu dihiasi oleh berbagai macam strategi kampanye yang dilakukan oleh masing masing pasangan calon.

Dalam era digital yang berkembang semakin pesat, peran media sosial menjadi sangat penting dalam membentuk opini publik dan mempengaruhi perilaku masyarakat, terutama saat menjelang pemilihan umum.

Berdasarkan hasil penelitian We are Social Hootsuite yang diluncurkan pada Januari 2024, 66.5% dari 278,7 juta jiwa di Indonesia memiliki akses terhadap internet. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehidupan masyarakat saat ini tidak terlepas dari internet.

Bacaan Lainnya
DONASI

Salah satu fenomena yang muncul bersama dengan popularitas media sosial adalah profesi “buzzer”. Buzzer adalah individu atau sekelompok orang yang memasarkan sesuatu dan menyebarluaskan informasi melalui media sosialnya.

Kehadiran buzzer pada awalnya digunakan hanya untuk memasarkan produk. Namun saat ini buzzer tidak hanya digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar untuk mempromosikan produk mereka, tetapi juga oleh berbagai pihak, termasuk politisi.

Buzzer politik di media sosial ada yang terlibat atas kehendak sendiri dan ada juga buzzer politik yang terlibat atas permintaan pihak calon pasangan. Buzzer sering dijumpai pada media sosial seperti X, Instagram, TikTok, dan lain-lain.

Seorang peneliti dari Universitas Negeri Solo, Agus Reiwanto, berpendapat bahwa kampanye dengan menggunakan media sosial lebih efektif karena pengguna media sosial lebih percaya pada perkataan orang terdekatnya di media sosial daripada konten baliho yang ada di pinggir jalan.

Pada masa menjelang pemilu, ketika persaingan politik mencapai puncaknya, buzzer sering kali menjadi bagian dari strategi kampanye politik. Mereka tidak hanya mengampanyekan agenda dan pesan dari kandidat atau partai politik tertentu, tetapi juga berperan dalam mendefinisikan narasi dan mempengaruhi persepsi dan sikap publik terhadap kandidat, partai politik, dan berbagai isu yang menjadi fokus kampanye.

Selain bertugas untuk memasarkan pasangan calon yang didukungnya, buzzer politik juga bertugas untuk menjatuhkan dan  menurunkan citra lawan di mata publik. Hal tersebut dilakukan dengan mengkritik pasangan calon lain.

Buzzer politik digunakan oleh penguasa untuk membuat citra mereka menjadi positif. Buzzer dapat berperilaku dengan struktur yang positif dan negatif. Struktur positif yang dimaksud adalah mereka menjadi buzzer secara sukarela atas kehendak sendiri untuk membuat citra calon pasangan yang didukungnya menjadi bagus.

Mereka melakukan sosialisasi mengenai program kerja, visi misi dan karakter kepemimpinan calon pasangan yang mereka dukung. Jenis buzzer ini biasanya mempertimbangkan persatuan, pluralisme, dan kemajuan tanpa memecah belah.

Contohnya adalah tim pendukung Ganjar Pranowo yang bernama Tim Penguin Nasional di aplikasi X dengan username @timpenguinnas. Mereka mensosialisasikan program-program, visi misi, dan karakter kepemimpinan Ganjar atas kehendak sendiri dan tanpa niat menjatuhkan pihak lain.

Buzzer yang dimaksud berperilaku negatif adalah buzzer yang memiliki tujuan menghasut publik dan menciptakan opini publik yang menyebabkan perpecahan. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat tidak memilih pasangan calon yang lebih unggul dalam kepemimpinan daripada pasangan calon yang mereka dukung.

Buzzer jenis ini menerima bayaran untuk melakukan hal-hal tersebut. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika buzzer jenis ini merupakan anggota tim dari pasangan calon. Imbalan yang diberikan tidak hanya berupa uang, namun bisa berupa jabatan jika pasangan calon tersebut terpilih.

Argumen yang mereka sampaikan selalu didasarkan kebencian, hasutan, dan rasa dendam sehingga buzzer seperti ini dapat merusak demokrasi. Buzzer juga bisa datang dari kalangan selebritis atau influencer.

Influencer merupakan seseorang yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi pengikutnya di media sosial. Mereka memiliki audiens atau pengikut yang mungkin tertarik dengan apa pun yang dipromosikan.

Oleh karena itu, mereka harus memastikan citra positif terhadap apa yang mereka dukung. Namun belum pasti calon pasangan yang mereka promosikan merupakan pilihan asli mereka karena tindakan mereka didasarkan pada aturan dan kerja sama yang sudah dirancang. Hal tersebut dapat berupa mendukung program kerja yang tidak masuk akal dan kualitasnya diragukan.

Baca juga: Kembali Meruaknya Politik Uang di Indonesia

Buzzer dapat membuat informasi yang awalnya hanya dianggap angin lewat menjadi topik yang hangat yang terus menerus dibicarakan dan mengundang berbagai macam reaksi dari masyarakat.

Terkadang suatu hal menjadi tersebar luas disebabkan oleh adanya respon atas hal tersebut oleh publik. Namun, ada juga hal-hal menjadi tersebar luar karena memang sudah dirancang untuk menarik perhatian publik, diperdebatkan, dan disebarkan oleh publik sesuai dengan yang tujuan yang diinginkan.

Poin tersebut menjadi gambaran mengenai peran buzzer di media sosial. Namun, keberadaan buzzer yang berperan dalam membentuk dan menggiring opini publik ini dapat mempengaruhi jalannya demokrasi di Indonesia.

Informasi yang disebarkan oleh buzzer seringkali berupa hoaks atau informasi yang tidak benar melalui media sosial. Hal ini dapat dapat membuat pemilih kebingungan dan merasakan ketidakpastian.

Proses pemilu yang seharusnya didasarkan oleh fakta dan kebenaran menjadi terganggu, sehingga melanggar prinsip keadilan. Selain itu, buzzer juga melanggar prinsip inklusivitas dalam pemilu karena menggunakan cara-cara yang mengintimidasi serta mengancam sehingga membuat masyarakat tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam demokrasi.

Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa fenomena buzzer selalu hadir dalam setiap masa pemilu. Buzzer tidak selalu dalam konteks negatif dengan tujuan memecah belah opini publik serta menghasutnya. Namun ada juga buzzer dalam konteks positif yang memasarkan calon pasangan tanpa merugikan pihak lain.

Meskipun begitu, keberadaan buzzer dapat mempengaruhi jalannya demokrasi akibat penyebaran informasi palsu dan pelanggaran prinsip-prinsip dalam pemilu.  

Penulis: Alya Rachmadanty
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Universitas Brawijaya

Editor: Salwa Alifah Yusrina
Bahasa: Rahmat Al Kafi  

 

Ikuti berita terbaru Media Mahasiswa Indonesia di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI