Sesat Jalan Pikir Stafsus Presiden, Milenial rasa Kolonial?

Stafsus Milenial

Siapa yang tidak terkejut dengan keputusan Presiden Joko Widodo saat mengumumkan nama Staf milenialnya. Keputusan Presiden tersebut ternyata membuat harapan baru di kalangan anak muda Indonesia. Pasalnya, mereka merupakan representasi dari jutaan anak-anak muda di Indonesia yang saat ini berusia kurang dari 30 tahun.

Kehadiran mereka di Istana teramat sangat penting bagi kaum milenial atau generasi X. Halnya, keberadaan mereka diharapkan mampu untuk memperkuat sistem Presidensial seorang Presiden agar bisa secara efektif bekerja untuk kesejahteraan rakyat.

Secara Tupoksi, Staf khusus Kepresidenan bertanggungjawab jawab penuh kepada Presiden. Hal ini juga dapat merujuk kepada Pasal 19 Perpres No. 29 Tahun 2018 tentang perubahan kedua atas Perpres No 17/2012 tentang Utusan Khusus Presiden, Staf Khusus Presiden, dan Staf Khusus Wakil Presiden.

Bacaan Lainnya

Presiden Joko Widodo juga punya alasan tersendiri mengenai keberadaan Staf Khusus Milenial nya. Secara terperinci, mereka adalah perpanjangan tangan oleh Presiden dalam proses kebijakan strategis Pemerintahan Joko Widodo.

7 Dari 14 nama yang ditunjuk Presiden Joko Widodo masih sangat tergolong muda, mereka juga merupakan orang  yang ahli di setiap bidangnya masing-masing dan punya warna baru di kalangan anak muda Indonesia

Hadirnya mereka juga menumbuhkan kembali asa dan think positive di tengah stereotype negatif di kalangan generasi Milenial. Karena Generasi ini acap kali disebut sebagai generasi bar-bar yang suka-suka, masa bodo, dan sering pula dianggap minim sumbangsih dalam arah pembangunan bangsa.

Selain itu, banyak kalangan tua juga menganggap generasi ini sebagai generasi “Malas Gerak” (Mager), yang hanya diuntungkan oleh kemajuan teknologi, dan parahnya tidak sedikit meremehkan bahkan menyebut “Daya Ingat Tergantung Koneksi. “

Tindakan Joko Widodo dalam mengambil langkah ini sangat didukung oleh kaum muda, hingga menghidupkan kembali lini-lini massa anak muda yang akhirnya kembali membuka pembicaraan tentang Politik Bersih, Politik Sehat dan Pembahasan Politik lainnya.

Nah, sampai di sini saya juga sangat mendukung kehadiran Staf Khusus Milenial di Istana Presiden. Karena secara Argumentasi, Politik Milenial atau Politisi Muda tidak hanya sebagai diksi untuk merebut hati pemilih pemula di Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019.

Bak awan bersambut petir, yang tadinya harapan besar, sekarang tinggal ekspetasi. Nama Andi Taufan Garuda Putra, Staf khusus milenial Presiden Joko Widodo ketahuan menyurati para Camat untuk bekerjasama dengan perusahaan pribadi miliknya. Melalui surat yang menggunakan Kop berlambang Garuda, Andi meminta para camat agar berkerjasama dengan PT Amartha Mikro Fintek (Perusahaan Miliknya) dalam program Desa Lawan Covid-19, yang akan dilaksanakan di Sumatera dan Sulawesi.

Sikap dan Tindakan nyeleneh Andi Taufan Garuda Putra, akhirnya mendatangkan gemuruh massa. Banyak kalangan muda yang akhirnya menganggap Andi mengambil kesempatan licik pada jabatannya untuk kepentingan pribadi, dan tidak sedikit yang mengkaitkan gaya tulisannya berbau ORBA.

Belum surut amarah massa yang kecewa dengan Staf khusus Presiden itu, kabar tak bertuhan datang lagi menyeret nama Adamas Belva Syah Devara. Ruangguru perusahaan miliknya (Belva) nyatanya akan menjadi salah satu mitra pemerintah dalam program pelatihan online Kartu Pra kerja. Total nilai proyek yang digelontorkan mencapai Rp. 5,6 Triliunan.

Nominal yang cukup fantastis tersebut, membuat banyak masyarakat meradang dengan tindakan Staf Khusus Milenial Presiden Joko Widodo. Halnya, publik menilai seharusnya mereka tidak terlibat proyek-proyek tersebut, yang justru akan mengarah pada Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Atau bahkan kesewenang-wenangan dalam menggunakan jabatan.

Seharusnya, sebagai Staf Khusus Presiden mereka cukup memikirkan kebijakan dan memberi nasehat kepada Presiden terkait isu-isu strategis, dan juga menjadi lidah penyambung kaum muda dalam hal pembangunan masyarakat. Bukan malah ikut-ikutan atau kucing-kucingan bersama Proyek yang syarat dengan kepentingan.

Merekapun dinilai sudah melanggar secara etika Pakta Integritas yang sangat jelas tertulis dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No 49 tahun 2011 tentang pedoman umum Pakta integritas di lingkungan Kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah.

Sederhana saja, Staf Khusus Presiden adalah pejabat publik yang seharusnya lepas dari segala bentuk kepentingan yang bersifat pribadi, antara dia pribadi dan pemerintah yang melibatkan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Kembali ke Tindakan Andi Taufan Garuda Putra, Ia dengan jelas telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan sewenang-wenang dalam menggunakan jabatan, hingga sangat jelas melanggar Undang-Undang Republik Indonesia No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Repubik Indonesia, yang bisa dijerat ataupun berpotensi mendapatkan hukuman pidana.

Selain itu, Adamas Belva Syah Devara sebagai Staf Khusus Presiden dan juga CEO Ruangguru juga telah melanggar Pakta Integritas sebagaimana seorang pejabat publik yang memiliki konflik kepentingan dalam mendapatkan fasilitas dari negara.

Secara tidak langsung, kedua Staf Khusus Presiden tersebut nyaris mencerminkan penunggang kuda Neo Kolonialisme (Penjajahan Baru). Dan mereka seperti duri dalam selimut yang sekejap bisa meruntuhkan citra baik Presiden Joko Widodo.

Jika Presiden Joko Widodo tidak segera melengserkan mereka, maka bisa saja image sebagai Presiden yang merakyat, Sederhana dan Pro Milenial akan turut ikut dihantui. Dan ini bisa menjadi konsumsi publik yang memunculkan asumsi negatif jika Presiden Joko Widodo tidak tegas sebagai sosok pemimpin.

Hadi Prawira
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Malikussaleh

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI