Rancangan Undang-Undang Omibus Law Cipta Kerja dan Masyarakat Adat masuk program legislasi nasional yang diusulkan pemerintah namun terus-menerus mendapatkan kritikan dari publik. Rancangan Undang-Undang Masyarkat Adat, sudah dua periode Dewan Perwakilan Rakyat dibahas tetapi gagal sampai tahap pengesahan. Sedangkan Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja berisi penyederhanaan berbagai aturan Undang-undang Omnibus Law dibuat dengan tergesa-gesa hingga menimbulkan banyak kontroversi. Bagaimana Rancangan Undang-undang Omnibus Law dalam pandangan Masyarakat Adat.
Banyaknya Pasal Rancangan Undang-undang Omnibus Law yang dianggap buruk bagi kaum pekerja yang ada di wilayah perkotaan terutama sebagai buruh di suatu perusahaan, tetapi Omnibus Law juga berdampak buruk bagi Masyarakat Adat yang ada di wilayah pedesaan. Ada sebuah kepentingan terutama atas nama pembangunan ekonomi, Rancangan Undang-undang Omnibus Law menjadi alat untuk merampas tata ruang hidup rakyat, pasalnya akan memberikan suatu kemudahan bagi investasi bersama pemerintah untuk merampas tanah Masyarakat Adat terutama sumber daya alam yang akan dikuasainya seperti hasil pertanian.
Data yang ditemukan oleh Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta (2018). Melaporkan 300 konflik agraria di 16 Provinsi dan 367 kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) akibat perampasan lahan. Data tersebut mencerminkan selama ini pemerintah melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sehingga mengabaikan perlindungan hak warga negara. Akan tetapi pemerintah memberi ruang besar kepada investasi dalam membebaskan lahan masyarakat.
Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cilaka ini berencana akan menghapuskan izin lokasi dengan mengganti Rencana Detail Tata Ruang akan menghambat masyarakat adat yang bersikeras mempertahankan ruang hidupnya, karena memperkecil ruang publik untuk mengkaji keputusan pemerintah yang melanggar aturan hukum, salah satunya yang terfokus pada 118 Naskah Akademik Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pengadaan lahan. Karena dengan alasan peraturan pemerintah yang menyatakan masih sulitnya memperoleh lahan dalam melakukan investasi di Indonesia, adanya ketidakharmonisasian antara undang-undang penata ruang, Undang-Undang pokok Agraria serta Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang sektor lainnya, sehingga yang diharapkan dari Undang-Undang Omnibus Law adalah kemudahan dalam pengurusan lahan perlu diciptakan untuk meningkatkan iklim suatu investasi dan penciptaan lapangan kerja. Dengan mengubah ketentuan Undang-Undang Tata Ruang Wilayah sebelum jangka waktu 5 tahun untuk kegiatan investasi kitreria dan persayaratan ketat, menjadi ke arah Rencana Detail Tata Ruang membuat pengurusan investasinya paling lama dalam waktu 1 tahun maka yang akan terjadi dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law memudahkan percepatan suatu proses pengadaan tanah hingga proses perpanjangan tanah dan pembaharuan Hak Atas Tanah. Yang lebih sangat parahnya lagi adalah Rancangan Undang-Undang Omnibus Law menghapus ketentuan pasal 40 Undang-Undang tentang perlindungan pengelolaan lingkungan hidup, mengubahnya menjadi persetujuan lingkungan yakni kesanggupan dalam mengelola lingkungan hidup dengan menghapuskan beberapa pasal, maka di analisanya suatu surat izin usaha menjadi tidak selaras dengan suatu prinsip perlindungan tata kelola lingkungan hidup.
Dampak undang-undang Omnibus Law akan hilangnya sumber nilai kearifan lokal, serta mengkriminalisasi kebudayaan dari aspek spritualisasi yang selama ini dijaga dan dilestarikan oleh leluhur, karena masyarakat adat memiliki keterkaitan khusus terhadap tanahnya. Penggusuran paksa terhadap masyarakat adat tidak sekadar hanya pindah kehidupan yang baru, tetapi juga hilangnya sumber daya alam sekitar yang dimanfaatkan sejak lama. Pemerintah maupun investasi membuat penghinaan besar terahadap hak asal usul masyarakat adat dahulunya sudah mengelola sumber daya alam dengan baik bahkan memiliki pengetahuan secara tradisional turun menurun jauh sebelum Indonesia merdeka.
Terkesan Rancangan undang-undang Omnibus Law lebih memproritaskan kepada investasi sehingga tidak memandang dampak dari masyarakat adat kedepannya. Sikap tersebut mengubah undang-undang dengan berdalilkan menciptakan lapangan kerja serta memajukan perekomian nasional dari bentuk kerja yang baru dibuat oleh pemerintah masyarakat adat justru memiliki pekerjaannya secara tradisional yang dilakukan sejak dahulu seperti bercocoktanam, mengelola sawah, mengelola hutan, berladang bertani.
Dari uraian di atas maka jelaslah bahwa Rancangan Omnibus Law CiLaKa adalah kumpulan dari serangkaian gagasan yang menyesatkan, bertentangan dengan konstitusi dan hukum Hak Asasi Manusia (HAM). Rancangan tersebut tidak saja berbahaya bagi Masyarakat Adat dan keberlangsungan lingkungan hidup tetapi juga berbahaya pada eksistensi Indonesia sebagai negara hukum.
Alam Mahadika
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Baca juga:
Omnibus Law: Investor Senang, Buruh Gamang
Kebijakan yang Merampas Hak Rakyat (Omnibus Law)
May Day, Aksi Buruh di Balaikota Malang