Ketika mendengar kata ‘Political Campus’, hal yang biasanya terlintas dalam pikiran mahasiswa adalah persaingan yang tidak sehat, perebutan kekuasaan, ambisi buruk, dan lain sebagainya. Seperti pemilihan ketua BEM dan beberapa macam program kerja lainnya.
Citra negatif ini sudah menjadi hal yang lumrah di kehidupan kampus saat ini, yang di mana hal ini membuat banyak mahasiswa tidak minat untuk terjun ke dunia politik kampus, sehingga membuat keadaan politik kampus semakin memburuk.
Namun, apakah benar politik kampus hanyalah arena penuh intrik dan tipu muslihat? Atau apakah sebenarnya ada sisi lain yang lebih positif dan bermanfaat? Nyatanya, politik kampus dapat menjadi ruang pembelajaran yang sangat penting, khususnya dalam hal kepemimpinan.
Melalui dinamika politik ini, mahasiswa belajar tentang bagaimana kekuasaan berfungsi, bagaimana pengaruh dapat dibangun, dan bagaimana posisi formal bisa dijalankan untuk menciptakan perubahan.
Dalam politik kampus, mahasiswa memiliki akses ke berbagai sumber kekuasaan yang sering kali terbagi menjadi tiga jenis: (1) kekuatan politik, (2) pengaruh personal, dan (3) posisi struktural.
Masing-masing sumber kekuasaan ini membawa potensi besar dalam menentukan bagaimana politik kampus dijalankan. Namun, seringkali potensi ini tidak dimanfaatkan secara optimal karena berbagai tantangan internal dan eksternal yang dihadapi mahasiswa.
Baca Juga: Opini Dinasti Politik atau Politik Dinasti Harus di Hentikan
Berikut adalah penjelasan mengenai sumber kekuasaan dalam kepemimpinan mahasiswa:
Kekuatan Politik Mahasiswa
Mahasiswa sebagai kelompok yang terorganisir memiliki kekuatan politik yang cukup besar di dalam kampus. Kekuatan ini muncul melalui aksi kolektif seperti demonstrasi, protes, serta keterlibatan dalam proses pengambilan keputusan.
Di balik kekuatan politik ini, terdapat kemampuan mahasiswa untuk memobilisasi massa dan menekan kebijakan kampus yang dianggap tidak adil atau merugikan.
Namun, kekuatan politik ini juga tidak lepas dari kritik. Banyak yang melihat aksi-aksi kolektif ini sebagai upaya pencitraan atau langkah politis untuk menarik perhatian publik, tanpa adanya tujuan jangka panjang yang jelas.
Di sisi lain, ada juga mahasiswa yang mengkritik penggunaan kekuatan politik ini sebagai bentuk manipulasi terhadap massa, di mana kepentingan pribadi atau kelompok kecil mendominasi narasi perjuangan kolektif.
Meskipun begitu, kekuatan politik mahasiswa tetap menjadi salah satu sumber kekuasaan paling efektif dalam mendorong perubahan di kampus. Dengan keberanian dan konsistensi, mahasiswa dapat memperjuangkan kebijakan yang lebih inklusif dan mengarah pada perbaikan kondisi akademik serta sosial di lingkungan kampus.
Pengaruh Personal
Selain kekuatan politik, pengaruh personal juga memainkan peran penting dalam dinamika kekuasaan di kampus. Pengaruh ini tidak bergantung pada posisi formal, melainkan pada kemampuan individu untuk mempengaruhi opini, memobilisasi mahasiswa, serta membangun jejaring yang luas.
Seorang mahasiswa yang memiliki karisma, kemampuan komunikasi yang kuat, dan jaringan luas di antara civitas akademika dapat memiliki kekuasaan yang sama besarnya—bahkan melebihi—dari mereka yang memiliki posisi formal.
Namun, pengaruh personal ini juga membawa tantangan. Mereka yang memiliki pengaruh besar sering kali menjadi sorotan, baik dalam hal positif maupun negatif. Jika pengaruh ini digunakan dengan bijak, mahasiswa tersebut bisa menjadi agen perubahan yang efektif.
Sebaliknya, jika pengaruh ini disalahgunakan untuk tujuan pribadi atau untuk memperluas dominasi kelompok tertentu, hal ini dapat memperburuk situasi politik kampus.
Posisi Struktural
Kepemimpinan mahasiswa di politik kampus sejatinya dapat menjadi alat pembelajaran yang sangat berharga. Melalui peran politik, mahasiswa belajar tentang cara bernegosiasi, memimpin organisasi, serta menghadapi tekanan dari berbagai pihak.
Namun, untuk memastikan bahwa pengalaman ini benar-benar mendukung perkembangan kepemimpinan yang berkelanjutan, mahasiswa perlu memahami bahwa kekuasaan yang mereka miliki bukanlah sekadar alat untuk mencapai tujuan pribadi, tetapi harus dilihat sebagai tanggung jawab untuk membawa perubahan yang lebih besar.
Di sisi lain, perlu adanya upaya untuk membongkar stigma negatif tentang politik kampus. Mahasiswa yang enggan terlibat sering kali beranggapan bahwa politik kampus tidak penting atau tidak relevan bagi mereka.
Padahal, politik kampus merupakan cerminan dari dinamika sosial yang lebih luas dan bisa menjadi laboratorium bagi mereka yang kelak akan berperan aktif dalam kehidupan politik di luar kampus.
Baca Juga: Bagaimana Shitposting dalam Kehidupan Kampus?
Dalam dunia politik kampus, mahasiswa memiliki potensi besar untuk menjadi agen perubahan yang signifikan. Melalui: (1) kekuatan politik, (2)pengaruh personal, dan (3) posisi struktural, mereka dapat mendorong kebijakan yang lebih inklusif dan memperjuangkan hak-hak mahasiswa. Namun, penting untuk diingat bahwa kekuasaan ini juga datang dengan tanggung jawab besar.
Untuk itu, kita sebagai mahasiswa harus lebih kritis dan reflektif dalam memanfaatkan kekuasaan yang kita miliki. Alih-alih terjebak dalam permainan kekuasaan yang merugikan, kita bisa memanfaatkan posisi kita untuk menciptakan dampak positif dan mendorong perubahan yang nyata di lingkungan kampus.
Hanya dengan pendekatan kepemimpinan yang berlandaskan integritas, transparansi, dan kolaborasi, politik kampus dapat menjadi ruang yang sehat bagi pembentukan pemimpin masa depan.
Penulis: Ressa Winata dan Zhea Aprilia
Mahasiswa Administrasi Publik Universitas Sriwijaya
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News