Rencana pemerintah memindahkan ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari daerah Khusus Ibu Kota (DKI) kembali mencuat. Di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Presiden Joko Widodo didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin rapat terbatas mengenai rencana tersebut. Ketika Presiden Joko Widodo memberikan pengantar, Presiden menyatakan gagasan tentang pemindahan ibu kota sudah ada sejak era presiden pertama sekaligus proklamator kemerdekaan Republik Indonesia, Ir Soekarno. Menurut Jokowi sendiri masalah ini masih timbul tenggelam karena tidak pernah diputuskan dan dijalankan secara terencana dan matang. Sedangkan masalah sebesar ini yaitu pemindahan ibu kota negara memerlukan persiapan yang matang serta detail, baik dari sisi pilihan lokasi maupun secara pembiayaan.
Untuk DKI Jakarta sendiri, sebagai ibu kota negara sudah diatur pada UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hal tersebut juga tertera jelas pada BAB II (Dasar, Kedudukan, Fungsi, dan Peran) Bagian Kedua (Kedudukan) Pasal 3 yang berbunyi: Provinsi DKI Jakarta Berkedudukan sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada kenyataannya, pada saat ini Jakarta tidak hanya berperan sebagai ibukota, melainkan juga sebagai pusat bisnis. Banyak kantor perusahaan ternama dari dalam maupun dari luar negeri yang berdiri di Jakarta. Selain itu, pusat pembelanjaan mulai dari pasar tradisional sampai supermarket atau mall juga ada di kota tersebut. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin tinggi yang melampaui 10 juta jiwa juga menjadi ciri dari Jakarta.
Terlihat dari sisi makroekonomi, status Jakarta sebagai pusat bisnis tergambar dari kontribusi kota terhadap produk domestic bruto (PDB). Pada beberapa tahun terakhir ini, Jakarta menyumbang sekitar 15 persen hingga 17 persen terhadap PDB Indonesia.
Sebagai pusat pemerintahan dan pusat bisnis tersebut memunculkan masalah-masalah yang berdampak negatif bagi kota Jakarta sendiri. Dampak negatif yang muncul antara lain macet dan banjir. Dua hal ini sebagai ciri khas dari masalah yang sering muncul di ibu kota.
Dalam rapat terbatas di Kantor Presiden, terdapat tiga opsi perihal pemindahan ibu kota. Opsi- opsi tersebut yaitu:
- Ibu kota tetap di Jakarta, namun daerah seputaran Istana Kepresidenan dan Monas dikhususkan untuk kantor- kantor pemerintahan, kementerian dan lembaga.
- Pusat pemerintahan pindah ke luar Jakarta, tapi masih berada dalam radius 50 kilometer hingga 70 kilometer dari Jakarta.
- Memindahkan ibu kota ke luar Pulau Jawa, khususnya mengarah ke kawasan timur Indonesia.
Pemindahan ibu kota ke luar Pulau Jawa bisa dikatakan sebagai pilihan logis, apalagi jika melihat beragam masalah yang mendera kota yang juga pernah bernama Jayakarta ini. Jakarta merupakan motor utama perekonomian Indonesia dengan PDB mencapai Rp 2.559,17 triliun (data 2018) atau naik dari tahun sebelumnya Rp 2.365,36 triliun.
Pengaruh positif dari pemindahan ibu kota yaitu makin banyak pemukiman dan industri yang tumbuh di daerah Bodetabek untuk menopang aktivitas ekonomi di ibu kota. Hal itu berkontributif positif terhadap PDB Jakarta dan Indonesia. Ibu kota baru tentu akan menumbuhkan aktivitas perekonomian di daerah-daerah sekitarnya. Terlepas dari pengaruh positif tersebut, pemerintah perlu mencermati berbagai tantangan sebelum meindahkan ibu kota negara. Tantangan pertama yang muncul yaitu, dasar hukum. Sebagaima sudah dijelaskan sebelumnya, status DKI Jakarta sebagai ibu kota Negara mendasarkan pada UU Nomor 29 Tahun 2007. Maka dari itu, apabila lokasi rencana ibu kota Negara dipindahkan, pemerintah segera mengajukan revisi UU. Tantangan yang kedua yaitu anggaran. Nominal yang dianggarkan agar perencanaan ini berjalan dengan mulus yaitu Rp 466 triliun. Hal ini disampaikan oleh Kementrian PPN/ Bappenas. Tantangan yang ketiga adalah urusan teknis lapangan. Pada teknis lapangan ini pemerintah dipimpin Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang perlu segera mengadakan studi terperinci mengenai desain ibu kota negara yang baru nanti.
Malaysia dan Brasil dapat dijadikan contoh sebagai negara yang memindahkan ibu kota negaranya. Namun, dari keputusan ini jangan sampai menjadi dampak negatif bagi lingkungan akibat kekhawatiran deforestasi. Apabila dampak negatif ini terjadi, akan dapat mengancam ekosistem sekaligus kehidupan masyarakat. Semoga perencanaan ini tidak hanya sebagai rencana yang berhenti sebagai tataran konsep dan wacana. Adanya rencana pemindahan ibu kota negara ini akan membawa banyak manfaat yangdapat diperoleh Indonesia sebagai sebuah Negara yang begitu beragam.
Banyak usulan dari pemprov- pemprov di berbagai daerah, rencana pemindahan ibu kota Negara diharapkan berkonsep ramah lingkungan, tidak mengganggu lingkungan, dan tidak jauh dari kota. Jika melihat dari AS dan Australia yang sukses memindahkan ibu kota Negara, ada satu hal dasar yang harus diperhatikan oleh pemerintah Indonesia, yaitu letak geografis.
Pihak- pihak yang turut terlibat memberikan aspirasi tersebut mulai dari para akademisi hingga para penggerak ekonomi. Dengan demikian, rencana pemindahan ibu kota Negara dapat mengakomodasi kepentingan nasional. Maka, pemindahan ibu kota dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, dalam bentuk pemerataan pembangunan dan ekonomi.
Amelia Rizki
Baca juga:
Polemik Pemindahan Ibu Kota
Bijaksana Menyikapi Hasil Pemilu
Kartini dan Masa Depan Perempuan Indonesia