Social Media Fatigue pada Mahasiswa di Masa Pandemi Covid-19

Social Media Fatigue Mahasiswa

Pembelajaran daring merupakan pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara dosen dan mahasiswa, tetapi melakukan melalui online. Pembelajaran dilakukan melalui video conference, e-learning atau distancelearning. Pembelajaran daring dilaksanakan selama 9 minggu dan harus menyelesaikan setiap modul pembelajaran yang sudah disusun oleh tim dari diktis maupun kemenristekdikti.

Pembelajaran daring merupakan suatu hal yang baru, baik bagi mahasiswa maupun dosennya sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk beradaptasinya. Sejak Mendikbud mengeluarkan Surat Edaran Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 agar seluruh kegiatan belajar mengajar baik di sekolah maupun kampus perguruan tinggi menggunakan metode daring (dalam jaringan) alias online sebagai upaya pencegahan terhadap perkembangan dan penyebaran Coronavirus disease (Covid-19).

Baca Juga: Belajar Dari Kasus Rachel Vennya: Mengurangi Kebisingan Dunia Digital dengan Bijak Bermedia Sosial

Bacaan Lainnya
DONASI

Banyak sekali kisah menarik, lucu, maupun sedih yang terjadi dalam proses belajar dengan metode ini. Bisa dilihat bagaimana gagapnya para pendidik, stresnya orang tua yang mendampingi anak-anaknya belajar di rumah, dan tentunya bagaimana siswa kebingungan menghadapi tumpukan tugas yang aneh-aneh dari para pendidik yang sedang gagap.

Belajar daring tentu bukan hal yang mudah bagi siswa. Kesulitan muncul bukan hanya perkara keterampilan penggunaan teknologi, tetapi juga terkait dengan beban kerja yang besar mengingat ada banyak mata kuliah yang harus dihadapi di masa pandemi ini.

Hal ini terjadi karena mahasiswa terbiasa dengan pembelajaran tatap muka secara reguler, sedangkan pembelajaran jarak jauh sebelumnya hanya dilakukan secara insidental. Sehingga perubahan pola pembelajaran ini memberikan permasalahan tersendiri bagi mahasiswa.

Studi di Plessis (2019) telah menegaskan munculnya tekanan dan stres pada mahasiswa yang melakukan jarak jauh. Pada titik ini, tekanan tertentu menjadi terasa lebih berat, sehingga mahasiswa melakukan banyak coping stress, dimana salah satunya adalah penggunaan media sosial.

Media sosial sendiri digunakan untuk banyak hal, misalnya coping stress melalui dukungan sosial secara daring dari teman sebaya atau untuk mendapatkan kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis karena bersifat menyenangkan, menghibur, dan mengakomodasi pencarian informasi.

Jadi pada titik ini, seharusnya media sosial menjadi salah satu jalan keluar meretas bosan ataupun stres karena belajar di rumah. Hanya saja, keadaan menjadi berbeda selama pandemi Covid-19. Kelebihan informasi telah terbukti menyebabkan social media fatigue karena membebani individu.

Baca Juga: Media Sosial Kurang Bermanfaat di Indonesia

Bersama informasi akademis yang kerap dibagikan lewat media sosial maka berita mengenai Covid-19 ikut lalu lalang secara masif dan tak terkendali di berbagai media sosial dan berpotensi menimbulkan sosial media fatigue pada mahasiswa. 

Social media fatigue adalah perasaan subjektif pengguna media sosial yang merasa lelah, jengkel, marah, kecewa, kehilangan minat, atau berkurangnya motivasi berkaitan dengan interaksi di berbagai aspek penggunaan media sosial karena banyaknya konten yang ditemui dalam media sosial.

Sosial media fatigue merupakan suatu fenomena yang terjadi karena interaksi faktor sosial dan teknologi. Bagi mahasiswa yang relatif akrab dengan penggunaan teknologi, maka social media fatigue bisa terjadi ketika faktor sosial lebih mendominasi dibandingkan faktor teknologi.

Social media fatigue menyebabkan individu kehilangan konsentrasi dan fokus terhadap apa yang harus dikerjakan. Hal ini memicu konsekuensi negatif lainnya yaitu penurunan performa belajar. Artinya, mahasiswa yang belajar di rumah selama wabah Covid-19 diduga tidak mampu menampilkan kinerja yang maksimal dan mengalami penurunan prestasi.

Temuan sebelumnya telah menegaskan sumbangan social media fatigue terhadap prestasi akademik pada mahasiswa. Beberapa hal lain yang menjadi konsekuensi social media fatigue adalah kondisi emosi yang fluktuatif dan tidak stabil, kegagalan pencapaian well-being, termasuk menghentikan kegiatan menggunakan internet.

Ada beberapa hal yang ditengarai memengaruhi social media fatigue. Pertama adalah neurotisisme, yakni merupakan trait kepribadian yang mencerminkan kecenderungan individu untuk mengalami keterpurukan emosi, ketegangan syaraf, dan stres.

Neurotisisme menurunkan kestabilan emosi. Orang neurotik cenderung merasa tidak aman dan ketika keterlibatannya dalam media sosial terlalu tinggi dirinya merasa kehilangan anonimitas dan mengganggu privasi daringnya.

Baca Juga: Apakah Media Sosial Berbahaya bagi Remaja?

Kedua, kelebihan informasi adalah situasi ketika individu disajikan sejumlah besar informasi di media sosial yang melebihi kapasitas yang dapat mereka proses. Semakin intens informasi yang dipersepsikan menjadi sumber stres maka akan semakin sulit individu mengendalikan beban psikisnya sehingga mengalami social media fatigue.

Hal lain yang juga diduga berkontribusi terhadap social media fatigue adalah invasion of life. Invasion of life adalah persepsi individu bahwakehidupan pribadinya telah terusik oleh penggunaan media sosial terkait pekerjaan dan tugas. Di saat bersamaan informasi terkait Covid-19 yang beraneka ragam dan bersifat negatif membebani pikiran dan psikis mahasiswa.

Hal berikutnya yang juga ditengarai adalah kecemasan. Kecemasan adalah suatu pikiran yang meresap secara mendalam sehingga muncul rasa prihatin terhadap situasi atau ancaman yang mungkin dapat terjadi. Fakta terkait peningkatan jumlah orang yang terinfeksi, angka kematian, dan perihal lockdown memungkinkan individu mengalami kecemasan. Informasi yang terkait dengan Covid-19 memang membawa beberapa konsekuensi psikologis seperti rasa takut dan khawatir pada banyak orang.

Riset-riset terkait social media fatigue sebelumnya hanya menyasar persoalan psikologi siber (cyberpsychology) dan psikologi sosial. Di dalam masa pandemi ini, keterlibatan individu dengan media sosial sebagai wadah komunikasi, sekaligus informasi akademis dan penyebaran virus corona menjadi lebih kontekstual karena situasi yang terjadi rentan menyebabkan social media fatigue dengan mempertimbangkan berbagai faktor internal dan eksternal.

Karin Indria Puspita
Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa Yogyakarta

Editor: Diana Pratiwi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI