Bagaimana Studi Komparasi Konsep Kebersyukuran Perspektif Psikologi Islam dan Gratitude Perspektif Psikologi Barat?

A. Definisi Kebersyukuran dalam Perspektif Psikologi Islam

Definisi kebersykuran dalam perspektif Islam ternyata telah banyak dibahas oleh para ulama terdahulu, seperti Imam Al-Gazali dalam kitab beliau Tazkiyatun Nafs, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Madarijus Salikin, dan Ibnu Jauziyah dalam kitab Minhajul Qosidin.

Pendapat dan pandangan ketiga Ulama tersebut telah memberikan pandangan dan pemahaman kepada kita tentang makna kebersyukuran secara utuh.

Menurut Imam Al-Gazali dalam kitab Tazkiyatun Nafs, kebersyukuran adalah mengetahui bahwa nikmat yang didapatkan adalah datang dari Allah SWT, merasakan kegembiraan karena mendapat nikmat tersebut, dan menggunakan nikmat yang didapatkan untuk tujuan yang ditentukan dan disenangi oleh pemberi nikmat yaitu Allah SWT.

Bacaan Lainnya

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam kitab Madarijus Salikin bahwa kebersykuran adalah menunjukkan ketundukan dengan hati, menunjukkan pengakuan dengan lisan, dan menunjukkan ketaatan dengan anggota tubuh kepada pemberi nikmat yang dirasakan.

Baca Juga: Pandangan Hukum Pidana di Indonesia terhadap Kasus Aborsi di Kalangan Pelajar SMA

Sedangkan menurut Ibnu Jauziyah dalam kitab Minhajul Qosidin bahwa kebersyukuran adalah berniat melakukan kebaikan dan menyebarkannya kepada semua orang, menampakkan nikmat yang didapatkan dengan cara memuji Allah dan mempergunakan kenikmatan yang digunakan untuk taat ke pada Allah SWT dan tidak mendurhakaiNya.

Apabila ditarik persamaan dari ketiga pendapat Ulama di atas terkait makna kebersyukuran adalah sama-sama memiliki orientasi bahwa nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT dapat dipergunakan nikmat tersebut untuk memuji yang memberikan nikmat yaitu Allah SWT dengan taat kepada perintahnya serta dengan menjauhi segala bentuk laranganNya.

Konsep gratitude (kebersykuran) dalam pandangan Islam menggunakan nikmat yang didapatkan untuk hal-hal yang dianggap baik oleh pemberi nikmat yaitu Allah SWT.

Selain itu bersyukur dalam Islam memberikan penekanan pada penerimaan tidak hanya pada hal-hal yang menyenangkan saja namun juga pada hal yang tidak disukai.

Dalam konsep Islam rasa syukur ditunjukkan secara khusus kepada Allah SWT dan dibuktikan melalui perbuatan yang memanfaatkan nikmat Allah SWT untuk kebaikan.

1. Aspek Kebersyukuran atau Syukur dalam Perspektif Psikologi Islam

a. Menurut Imam Al-Gazali, di antaranya:

1. Ilmu, memahami bahwa nikmat apapun yang didaptkan, mengetahui kegunaan dan tujuan dimanfaatkan nikmat itu bagi pribadi yang memperoleh nikmat, memahami dan mengetahui terkait yang memberi nikmat yaitu Allah SWT, dan mengetahui bahwa semua nikmat yang diperoleh adalah dari Allah SWT.

2. Spiritual, merasa bahagia kepada yang memberikan nikmat, yang disertai dengan ketundukan dan mengabdi kepada Allah. Dan tidak semata-mata merasa bahagia dengan nikmat tersebut.

3. Amal perbuatan. Seorang hamba dalam beribadah kepada Allah tentu  melibatkan tiga tolak ukur apakah amal perbuatan tersebut diterima ataupun ditolak, yaitu meliputi: Pertama,Hati, yakni melakukan setiap perbuatan dengan maksud untuk kebaikan dan menyembunyikan maksud tersebut dari semua orang.

Kedua, Lisan, yakni menampakkan rasa syukur kepada Allah yakni dengan mengucapkan pujian-pujian. Ketiga, Anggota badan, yakni mempergunakan nikmat Allah sebagai sarana untuk patuh dan mentaatinya serta tidak menggunakan nikmat tersebut sebagai sarana bermaksiat kepada Allah SWT.

Baca Juga: Dampak Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Psikologis Anak

b. Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

1. Tunduk kepada yang disyukuri (yang memberikan nikmat yaitu Allah SWT)

2. Mencintai yang memberi nikmat yaitu Allah SWT

3. Mengakui nikmatnya dengan mempergunakan nikmat yang didaptkan untuk patuh pada perintahnya dan menjahui segala larangannya.

4. Memuji pemberi nikmat karena adanya nikmat tersebut, semudah-mudahnya dengan mengucapkan “Alhamdulillahirabbil Aalamiiin”.

5. Tidak menggunakan nikmat tersebut dijalan yang tidak diridhoi Allah atau untuk mendurhakainya.

B. Definisi Gratitudedalam Perspektif Psikologi Barat

Menurut Emmons dan Mc Collough Gratitude diambil dari Bahasa latin gratia yang merupakan bentuk dari grace (rahmat) dan gratefulness (rasa bersyukur).

Gratitude menurut Mc Coullough adalah kecenderungan umum untuk mengenali dan menanggapi dengan penuh syukur dan berterimakasih atas peranan-peranan kebaikan dan manfaat yang diberikan oleh orang lain serta pengalaman-pengalaman dan hasil positif yang diperoleh seseorang.

Gratitude dalam psikologi Barat mendorong seseorang untuk saling membalas kebaikan orang lain dengan kebaikan yang setimpal.

Mc Collough dan Emmons (2003) mendefinisikan gratitude adalah perasaan yang terjadi dalam hubungan interpersonal sebagai penghargaan atas kebaikan dan manfaat yang diberikan orang lain kepada individu tersebut.

1. Aspek-Aspek Gratitudedalam Perspektif Psikologi Barat

a. Menurut Emmons dan Mc Collough

1. Intensity. Individu yang sangat bersyukur dan mengalami pengalaman positif, cendrung akan merasa lebih bersyukur lagi.

2. Frequency. Individu yang merasa bersyukur cendrung mengungkapkan rasa syukurnya setiap hari. Rasa syukur tersebut diungkapkan pada segala sesuatu, bahkan untuk bantuan sederhana yang diberikan oleh orang lain.

3. Aspek ini mengacu pada kondisi kehidupan individu ketika ia merasa bersyukur pada waktu tertentu.

4. Density. Individu mengungkapkan rasa syukur individu terhadap lebih banyak orang.

Baca Juga: Pernikahan Paksa: Pandangan Islam, Hukum dan Perspektif Psikologis

C. Analisis Komparasi Kebersyukuran dalam Perspektif Psikologi Islam dan Gratitudedalam Perspektif Psikologi Barat

Berbagai pandang tentang kebersyukuran telah dibahas sejak tahun 1900an. Awalnya konsep kebersykuran lebih dimaknai sebagi emosi.

Namun, seiring berjalannya waktu, konsep kebersyukuran juga dimaknai sebagai suatu kondisi maupun sikap. Dalam pembahasan ini penulis menggunakan teori syukur yang dikembangkan oleh Emmons dan Mc Collough.

Sementara dari perspektif Islam, penulis menggunakan pandangan Imam Al-Gazali, Ibnu Qayim Al-Jauziyah, dan Ibnu Jauzy.

Secara umum kebersyukuran versi Barat dan Islam memiliki pengertian yang hampir sama, yakni menyadari suatu kenikmatan atau kebaikan yang diterima dan memberikan apresiasi atasnya. Namun, jika ditinjau lebih jauh, kedua konsep ini memiliki perbedaan yang sangat mendasar.

Terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat mendasar antara kebersyukuran versi Barat dengan kebersyukuran perspektif Islam, yaitu mulai dari penekanan pada makna, penekanan pada objek syukur, penekanan pada subjek syukur, penekanan pada penerimaan.

Analisis Komparasi

Kebersyukuran Perspektif Psikologi Islam  

Gratitude Perspektif Psikologi Barat

 

Dalam Agama Islam dapat dipahami bahwa Al-Qur’an dan Hadits memberikan definisi yang utuh tentang kebersyukuran versi Islam. Imam Al-Gazali, Ibnu Qayyim Al-Jauzy dan Ibnu Jauzy mendefinisikan kebersyukuran dengan penjelasan yang hampir sama dan serupa, dan konsep ini masih relevan dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern meskipun telah tercatat sejak 14 abad yang lalu.

 

Definisi kebersyukuran dalam versi Barat belum dapat dibangun dengan penjelasan yang komprehensif. Hal ini karena kebersyukuran versi Barat adalah fenomena yang kompleks dan bervaritif sehingga tidak ada definisi yang cocok untuk memberikan pengertian dan pemaknaan.
Pada konsep kebersyukuran perspektif Islam ungkapan syukur sudah pasti ditunjukkan kepada Allah SWT, yang Maha Pemberi Nikmat. Pada konsep kebersykuran versi Barat, tidak ada penekanan khusus kepada siapa ungkapan rasa terimakasih dan syukur tersebutaturkan.
Pada kebersyukuran konsep Islam tidak sekedar berterimaksih atas hal-hal yang menyenangkan saja, tetapi pada hal yang menyakitkan sekalipun. Kebersyukuran dalam perspektif Barat dalam psikologi memfokuskan pada individu berterimakasih atas apa yang telah ia miliki dan atas hal yang menyenagkan yang ia dapatkan maupun yang ia rasakan.
Sementara dalam konteks Islam, penerimaan terhadap segala sesuatu yang berasal dari Allah SWT sangat ditekankan. Penerimaan dimaknai pada sesuatu yang dibenci maupun yang disukai. Bahkan derajat kebersykuran yang lebih tinggi adalah ketika seseorang bersyukur ketika mendapatkan sesuatu yang dibenci. Dalam literatur psikologi Barat bentuk penerimaan pada kebersyukuran perspektif Barat pembahasannya tidak terlalu luas.
 

 

D. Tahapan-Tahapan dalam Bersyukur

Snyder dan Lopez (2002) Melalui Pendekatan Psikologi Kognitif Mengungkapkan Bahwa Empat Tahapan dalam Bersyukur

1. Mengidentifkasikan pikiran yang salah (kekurangan, kelemahan, atau penyesalan akan nasib).

2. Merumuskan untuk mendorong pikiran syukur.

3. Mengganti pikiran yag salah ke arah pikiran yang bersyukur.

4. Mengaplikasikan tindakan bersyukur dalam tindakan batin dan lahiriah.

Synder dan Lopez (2002) menggunakan dimensi kognitif dalam aspek sykurnya. Karena hanya dengan pendekatan kognitif syukur dapat dihadirkan.

Baca Juga: Pengaruh Kepemimpinan Islam terhadap Loyalitas (Kepuasan Kerja Karyawan)

Kategori kognitif dalam perspektif  psikologi Barat adalah kemampuan untuk menciptakan rasa syukur melalui proses berpikir.

Sedangkan aspek syukur dalam psikologi Islam secara kognitif lebih ditekankan pada mengenali dan memahami bahwa nikmat-nikmat berasal dari Allah SWT.

E. Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa konsep syukur dalam perspektif Islam dan Barat keduanya memiliki makna yang serupa, yakni menyadari segala sesuatu yang didapatkan kemudian mengungkapkan rasa berterimakasih.

Perbedaan mendasar antara kebersyukuran versi Islam dan versi Barat di antaranya kebersyukuran dalam Islam memberikan penekanan pada penerimaan tidak hanya pada hal-hal yang menyenangkan saja namun juga pada hal-hal yang tidak disukai.

Pada konsep Islam rasa syukur ditunjukkan secara khusus kepada Allah SWT dan dibuktikan melalui perbuatan yang memanfaatkan kenikmatan dari Allah SWT untuk kebaikan.

Penulis: Khairun Najah

Mahasiswa jurusan Interdiciplinary Islamic Studies Konsentrasi Psikologi Pendidikan Islam , Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta

Editor: Anita Said

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Referensi

Adang Hambali, dkk, “Faktor-faktor yang Berperan dalam Kebersyukuran (Gratitude)    Pada Orang Tua Anak Berkebutuhan Khusus Perspektif Psikologi Islam.” Jurnal Psympatic: Jurnal Ilmiah Psikologi 2, no. 1 (2015): 94-101.

Al-Ghazali. (1998). Mensucikan jiwa, konsep Tazkiyatun-nafs Terpadu Intisari Ihya Ulumuddin. Jakarta: Robbani Press.

Al-Jauziyah. (1999). Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah), Penjabaran Konkrit  “Iyyaka nak budun waiyyakanas tain”. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

McCullough, Michael E., Emmons, Robert, A. (2004). The Psychology of Gratitude. New     York: Oxford University Press.

Prabowo, A. (2017). Gratitude dan Psychological well being pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 5(2), 260-270.

Qudamah, I. (2009). Minhajul Qosidin, Jalan Orang-orang yang mendapat Petunjuk. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Silahuddin, A. (2018). Perbandingan Konsep Keperibadian Menurut barat dan Islam. Al-Fikra, 17(2), 249-278.

Ikuti berita terbaru di Google News

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI