PBAK Kampus Berbasis Pesantren

Sejauh penjelajahan saya dalam dunia mahasiswa, cukup banyak mahasiswa yang kurang memahami betul tentang kampus dan identitas dirinya. Hal itu, disebabkan minimnya doktrin-doktrin positif tentang fungsi dan tujuan Perguruan Tinggi dan hakikat Mahasiswa sejak masih dini. Sehingga, idealisme yang seharusnya terhujam dalam jiwa mereka serta menjadikannya sebagai penggiring hidup, malah tertungkus-lumus oleh sikap yang mengarah pada pragmatisme semata atau bahkan sebatas orientasi hedonisme saja.

Betapa memprihatinkan ketika mahasiswa yang mulanya dikenal sebagai pengisi garda depan dalam melawan ketidak-adilan, pembela kebenaran yang terabaikan, dan menjadi tameng bagi panindasan rakyat-rakyat tak berdaya, malah mereka lupa pada sejarah heroik dirinya. Mungkin saja, keberimanan dan kebertakwaan kepada Tuhan mulai menipis, moralitas dan keilmuan disikapi dengan apatis, bakat dan kompetensi tidak lagi ada pengasahan. Sehingga, power untuk berjuang dan berkorban tak lagi berapi dan menjadi padam.

Kiranya, sudah demikian masyhur di dunia akademik bahwa tujuan Pendidikan Tinggi, sebagaimana tertulis dalam UU No. 12 tahun 2012 poin (a), adalah berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten dan berbudaya untuk kepentingan bangsa. Tujuan ini bersifat primordial dari sekian banyak tujuan, orientasinya jelas dan sangat positif. Oleh karenanya, ia diletakkan pada poin pertama dalam urutan tujuan dan fingsi Pendidikan Tinggi.

Penyelenggara pendidikan di masing-masing perguruan tinggi harus betul-betul mengupayakan guna signifikansi capaian tersebut. Seluruh dosen dan orang-orang yang terlibat dalam proses pembelajaran (civitas akademika), memiliki tanggungjawab yang sama dalam hal ini. Sebagai awal dari upaya tersebut, pihak kampus harus menanamkan nilai-nilai yang dapat mengantarkan pada tergapainya tujuan di atas dengan memulainya sejak Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK).

PBAK yang notabene merupakan program untuk mengenalkan beberapa hal tentang kampus, ia juga harus memberikan pemahaman terhadap seluruh Mahasiswa Baru tentang identitas dirinya. Utamanya, tentang Tri Dharma Perguruan Tinggi. Tri Dharma harus menjadi bahan materi yang tidak boleh lepas dari proses pengenalan kepada mahasiswa baru, yang tidak lain adalah 1) pendidikan dan pengajaran; 2) penelitian dan pengembangan; 3) pengabdian kepada masyarakat. Tentu saja, tiga poin ini sudah sangat maklum dharury dan sudah banyak ditulis dalam artikel-artikel. Sehingga, saya rasa tidak perlu lagi untuk membahasnya panjang-luas dalam tulisan ini.

Dalam proses pendidikan dan pengajaran, hal yang juga mesti diprioritaskan adalah terkait religiusitas, moralitas, dan tidak kalah pentingnya adalah intelektualitas. Religius; taat beragama dan berkomitmen pada nilai-nilainya sebagai bentuk perwujudan dari ketakwaan kepada Tuhan yang Maha Esa. Moralis; beretika terpuji, jujur, tidak culas dan korup sebagai bentuk pengejawantahan dari keberakhlak-muliaan. Intelektual; memiliki keilmuan yang mumpuni dalam satu cabang ilmu sesuai jurusannya, atau bahkan lebih dari satu agar dapat menilai segala persoalan dengan sangat bijaksana. Dengan demikian, proses selanjutnya; penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, akan lebih terjamin mutunya. Sebab, Mahasiswa akan meneliti dan mengabdi berdasarkan ketakwaan kepada Allah, dengan berhiaskan akhlak mulia, dan bersandarkan keilmuan yang mempuni.

Perhatian lebih seperti ini, menjadi sangat utama apabila disasarkan pada kampus yang berbasis pesantren. Pesantren yang merupakan lembaga pendidikan yang dipandang lebih memahami nilai-nilai keislaman dan menjadi tameng dari segala bentuk kemungkaran, ia harus betul-betul mengupayakan beberapa penekanan yang telah terpapar di atas kepada seluruh instansi yang dinaunginya, termasuk perguruan tingginya.

Dekadensi yang cukup tampak yang dialami Mahasiswa terletak pada moralitasnya. Seperti, menuhankan kebebasan tanpa batas, hingga dosen pun yang notabene adalah guru, diterobos tanpa hormat. Pergaulan pun semakin bebas; bercampur antar perempuan dan laki-laki yang sudah melapaui nilai-nilai Islam. Oleh karenanya, kampus pesantren masih dinilai paling prospek untuk mempertahankan dan memelihara moral mahasiswa dari kebobrokan yang sudah merayap.

Mahasiswa santri, atau yang biasa kita sebut dengan Mahasantri, harus menjadi generasi permata; moral dan keilmuannya terjamin, hingga, mereka kelak menjadi pemimpin-pemimpin masa depan yang brilian; kerja jujur dan cerdas, bukan lagi licik dan culas. Karakter seperti inilah yang semestinya dimiliki para mahasiswa sebagai penerus yang akan melanjutkan perlayaran dalam samudera kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian, tujuan daripada Pendidikan Tinggi benar-benar akan tergapai dan memberikan kontribusi pada kemajuan. Tentu, upaya menumbuhkan karakter seperti tersebut, tidak lepas dari peran seluruh pihak kampus (civitas akademika) dengan mengawalinya sejak PBAK.

Badrut Tamam
Mahasiswa Prodi Ilmu al-Qur’an Tafsir IAI Al-Khairat Pamekasan

Baca juga:
Goeboek Pentjeng, Ponpes yang Berbasis Santripreneur
Revolusi Islam Sebagai Produk Politik
Mereka Menggebuk Islam

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI