Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia Melonjak Akibat Covid-19, Berikut Solusinya

dampak covid-19

Oleh: Adriana Arofah Wahdah
Mahasiswa Prodi Ekonomi Syariah UIN Sunan Ampel Surabaya

Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal tahun telah memukul perekonomian, termasuk di Indonesia. Sektor-sektor bisnis, terutama pariwisata dan manufaktur yang paling terkena dampak. Virus yang terjadi saat ini membuat pemerintah melakukan beberapa langkah pencegahan melalui karantina wilayah, pembatasan sosial. Mulai dari anak sekolah, mahasiswa, serta pekerja semua kegiatan dialihkan di rumah melalui sistem bejalar online dan juga work from home atau kerja dari rumah beberap juga ada yang diberhentikan kerja sementara. Tak hanya itu saja, bahkan ada beberap pabrik yang harus melakukan PHK masal. Banyaknya PHK masal serta pemberhentian kerja secara besar besaran menimbulkan masalah besar bagi Indonesia.

Pengangguran dan kemiskinan yang semula memang sudah menjadi kesenjangan sosial negeri ini, sekarang semakin meningkat setelah adanya kasus virus Corona. Pengangguran yang tinggi berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap kemiskinan, kriminalitas dan masalah-masalah sosial politik yang juga semakin meningkat. Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang terus mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai saat ini, membuat permasalahan tenaga kerja menjadi sangat besar dan kompleks. Pengangguran adalah angkatan kerja yang tidak melakukan kegiatan kerja, atau sedang mencari pekerjaan atau bekerja secara tidak optimal.

Bacaan Lainnya
DONASI

Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan, terdapat 2,8 juta pekerja yang terkena dampak langsung akibat Covid-19. Mereka terdiri dari 1,7 juta pekerja formal dirumahkan dan 749,4 ribu di-PHK. Selain itu, terdapat 282 pekerja informal yang usahanya terganggu. Sementara Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) mencatat terdapat 100.094 pekerja migran Indonesia (PMI) yang berasal dari 83 negara pulang ke tanah air dalam tiga bulan terakhir. CORE Indonesia memperkirakan tingkat pengangguran terbuka pada kuartal II-2020 mencapai 8,2% dengan skenario ringan. Sementara skenario lainnya sebesar 9,79% dalam skenario sedang dan 11,47% skenario berat. Dana Moneter Indonesia (IMF) juga memproyeksikan angka pengangguran Indonesia pada 2020 sebesar 7,5%, naik dari 2019 yang hanya sebesar 5,3%.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia melihat, penyebaran Covid-19 ini juga berpotensi mendorong peningkatan angka pengangguran dan kemiskinan. Ini sangat dimungkinkan mengingat jumlah penduduk di sekitar garis kemiskinan yang masih sangat tinggi, meski presentase penduduk di bawah garis kemiskinan yang masih sangat tinggi. Menurut data, per Maret 2019, penduduk golongan rentan miskin dan hampir miskin di Indonesia tercatat mencapai 66,7 juta orang. Ini berarti, jumlah mereka masih tiga kali lipat dibandingkan penduduk golongan miskin dan sangat miskin.

Penduduk golongan tersebut juga kebanyakan bekerja di sektor informal serta mengandalkan upah harian. Yang menjadi masalah, dalam kondisi saat ini, terdapat periode pembatasan dan penurunan mobilitas orang yang mengancam pendapatan di sektor informal. Akibatnya, golongan rentan miskin dan hampir miskin yang bekerja di sektor informal dan mengandalkan upah harian akan sangat mudah kehilangan mata pencaharian dan jatuh ke bawah garis kemiskinan.

Oleh karenanya, perlu adanya penanganan pandemi yang cepat dan tepat sasaran sehingga meminimalisir resiko tersebut. Salah satu cara yang bisa diberikan adalah dengan menjaga daya beli masyarakat dengan memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada msyarakat yang mengalami penurunan pendapatan dan bahkan mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Tak hanya itu, ini juga perlu diimbangi dengan kebijakan untuk menjamin kelancaran pasokan dan distribusi barang, khususnya pangan.

Pasalnya, di tengah kondisi ini potensi panic buying dan penimbunan sangat besar sehingga pengamanan aspek distribusi dirasa perlu untuk diperketat. Penyaluran BLT inipun perlu diikuti dengan ketepatan data penerima bantuan dan perbaikan mekanisme dan kelembagaan dalam penyaluran. Ini berangkat dari pengalaman sebelumnya dalam penyaluran bantuan sosial (bansos) yang belum terdistribusi secara merata bagi masyarakat yang membutuhkan koordinasi untuk validitas data sampai dengan level kecamatan perlu dilakukan baik di tingkat pusat maupun daerah agar tujuan BLT untuk menjaga daya beli masyarakat bisa tercapai. Lima hal agar kebijakan pemerintah berdampak optimal dalam menekan jumlah pengangguran akibat pandemi. Pertama, mempercepat distribusi bantuan sosial dan secara simultan melengkapi data penerima dengan memadukan data pemerintah dan data masyarakat. Kedua, mengintegrasikan data pengangguran dan penerima bantuan sosial dari berbagai lembaga pemerintah dan nonpemerintah. Ketiga, menyesuaikan skema bantuan kartu prakerja dengan memprioritaskan pengangguran yang tidak mampu, khususnya yang terkena dampak Covid-19. Keempat, mendorong dunia usaha melalui pemberian insentif agar mampu membuat alternatif mempertahankan tenaga kerja dan tak melakukan PHK. Kelima, memberi bantuan sosial yang berdampak lebih besar terhadap ekonomi masyarakat, antara lain dalam bentuk uang.

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI