Pendidikan “Merdeka dan Berbudaya” di Era Pandemi

merdeka belajar

Belum genap satu pekan bangsa Indonesia merayakan kemerdekaan Indonesia yang ke-75. Perayaan perjuangan dan pencapaian bangsa ini, terasa berbeda karena seluruh dunia tengah dilanda pandemi Covid-19. Pandemi Covid-19 merupakan pemantik The Greatest Disruption yang telah mengubah hidup manusia secara signifikan dan juga merubah cara manusia mengakses informasi. Salah satu sektor yang terdampak secara masif adalah sektor pendidikan. Pendidikan tak bisa dinikmati secara merata oleh semua pelajar, dan pendemi Covid-19 semakin menyingkap ketimpangan akses terhadap pendidikan itu.

 The United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) melaporkan sekitar 830 juta peserta didik tidak memiliki akses ke komputer. Lebih dari 40 persen pelajar dunia tidak memiliki akses internet di rumahnya untuk dapat melanjutkan pendidikan lewat gawai (Kompas, 2020). Menurut The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tahun 2020 hanya 34% pelajar Indonesia yang memiliki komputer dan mendukung mereka belajar di rumah.

Presentase ini setara dengan negara Thailand dan Filipina namun berbanding jauh dengan negara-negara di Eropa seperti: Denmark, Norway, Austria, Switzerland, dan Netherland yang 95% siswanya memiliki fasilitas yang memadai untuk belajar di rumah. Saat ini, setiap rumah dituntut bertransformasi menjadi self organized learning environment (SOLE): lingkungan dengan insan di dalamnya mengelola proses belajarnya sendiri.

Bacaan Lainnya

Pendidikan yang Merdeka

Ide dan kebijakan yang digagas oleh Mendikbud Nadiem Makarim tentang “Merdeka Belajar” seperti diuji relevansinya terhadap pendidikan di masa pandemi. Kebijakan yang baru diluncurkan pada akhir tahun 2019,  merupakan kebijakan yang dirancang untuk membuat lompatan besar dalam aspek kualitas pendidikan kita. Output yang diharapkan dari terwujudnya kebijakan “Merdeka Belajar” yaitu agar pendidikan Indonesia mampu menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul untuk menghadapi tantangan masa depan.  Namun, melihat kesiapan teknologi dalam pengembangan pendidikan kita yang hanya mampu menjangkau 34% siswa Indonesia, keseriusan pemerintah dalam membangun Indonesia maju melalui pendidikan, kembali dipertanyakan. Siapkah pendidikan kita mencetak peserta didik yang  merdeka belajar dan unggul?

Bertepatan dengan momentum kemerdekaan bangsa Indonesia yang menginjak usia 75 tahun, penulis ingin mengajak pembaca untuk merefleksi sudah sejauh mana peran pendidikan dalam membentuk pribadi masyarakat Indonesia yang merdeka, berbudaya dan siap menghadapi peluang Indonesia emas tahun 2024 mendatang.

Pendidikan yang kita butuhkan saat ini dan masa mendatang adalah pendidikan yang memberikan landasan bagi masyarakat masa depan Indonesia, masyarakat pasca-Indonesia dan pasca Einstein, demikian meminjam istilah Romo Mangunwijaya. Manusia pasca Indonesia dan Pasca Einstein adalah manusia yang berpikiran jauh ke depan bukan mundur kebelakang. Manusia yang terbuka pada perubahan, terbuka pada perbedaan, dan merdeka dalam pemikiran.

Komitmen Merdeka Belajar

Para founding fathers negara kita sejak awal kemerdekaan, memang sudah berkomitmen untuk memajukan pendidikan Indonesia melalui visi pembangunan sumber daya manusia (SDM). Komitmen politik yang mendukung visi tersebut tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31 “Setiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”. Bagi Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan sekaligus penggagas pasal tersebut, pendidikan merupakan wahana pembangunan bangsa yang maju, bermartabat, sejahtera, dan merdeka lahir-batin. Untuk itu, pendidikan harus menumbuhkan jiwa merdeka dengan sifat berdiri sendiri, tidak tergantung pada orang lain, dan dapat mengatur diri sendiri (Dewantara 2011) .

Sejalan dengan itu, Paulo Freire, salah satu tokoh pendidikan Barat yang juga menggagas pendidikan yang merdeka, mengungkapkan bahwa manusia adalah penguasa atas dirinya, dan karena itu fitrah manusia adalah menjadi merdeka, menjadi bebas.  Pendidikan di mata Freire merupakan sebuah pilot project dan agen untuk melakukan perubahan sosial guna membentuk masyarakat baru (Freire 2007, 5).

Dalam mendukung terwujudnya pendidikan yang memerdekakan, misi yang diusung oleh Kemendikbud dalam program “Merdeka Belajar” adalah, menciptakan ekosistem pendidikan nasional perlu didasarkan pada asas gotong royong dengan menghadirkan iklim inovasi sehingga mampu menghasilkan SDM unggul dan berkarakter. Belum genap setahun program ini dipublikasikan, program ini telah menuai respon positif dari berbagai pihak, khususnya tenaga pendidik.

Pengembangan SDM

Selain itu, pentingnya memiliki SDM unggul merupakan solusi dalam menyelesaikan permasalahan bangsa. Sebagaimana disampaikan oleh Mendikbud, bahwa :”Apapun kompleksitas masa depan, kalau SDM kita bisa menangani kompleksitas maka itu tidak menjadi masalah”. Merdeka Belajar merupakan grand design pendidikan nasional yang bertujuan untuk perubahan secara fundamental dan menciptakan SDM Indonesia yang unggul, berkarakter, cerdas dan berdaya saing.

Merdeka Belajar memberi kemerdekaan setiap unit pendidikan untuk berinovasi. Salah satu esensi Merdeka Belajar adalah menggali potensi terbesar para guru dan murid untuk berinovasi agar pembelajaran bermanfaat sepanjang hayat bagi murid. Sangat tepat jika dikatakan bahwa kebijakan merdeka belajar merupakan wadah bagi kemerdekaan berfikir dan pengembangan potensi baik peserta didik maupun guru

Pendidikan selain mempersiapkan kemampuan dan keterampilan, juga bertujuan untuk membentuk agar manusia dapat menunjukkan perilakuknya sebagai mahluk yang berbudaya yang mampu bersosialisasi dalam masyarakatnya dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya dalam upaya mempertahankan kelangsungan hidup, baik secara pribadi, kelompok, maupun masyarakat secara keseluruhan. Sekolah adalah salah satu sarana atau media dari proses pembudayaan.

Merawat Budaya

Dalam pendidikan, budaya sangat penting karena dapat mendukung proses pembelajaran peserta didik. Dengan adanya budaya dalam pendidikan, potensi peserta didik semakin berkembang. Seni dan budaya dalam pendidikan bisa mengembangakan potensi anak didik agar tidak hanya cerdas secara intelektual akan tetapi juga mempunyai ahlak dan moral yang baik. Dalam hal ini, pendidikan menjadi instrumen kekuatan sosial masyarakat untuk mengembangkan suatu sistem pembinaan anggota masyarakat yang relevan dengan tuntutan perubahan zaman.

Namun selama ini, pendidikan yang diselenggerakan masih terpisah dari budaya dan belum bermakna sebbagai proses transformasi budaya. Pendidikan nasional saat ini baru sebatas menekankan pada kecerdasan akal. Untuk mewujudkan bangsa yang cerdas dan maju kebudayaan nasionalnya, sekolah sebagai perwujudan sistem pendidikan nasional harus berperan sebagai pusat pembudayaan.

Manusia yang tidak mengenal budaya sama saja tidak mengenal bangsanya sendiri. Oleh karena itu kita harus merawat dan menjaga budaya dengan mengintegrasikan dalam pendidikan. Proses transformasi budaya dapat dilakukan dengan cara mengenalkan budaya, memasukkan aspek budaya dalam proses pembelajaran. Sinergi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Guru dan juga Budayawan mutlak diperlukan. Sehingga implementasi di lapangan, penerapan pendidikan yang merdeka menjadi lebih tertata.Pendidikan dan kebudayaan memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menerjemahkan pesan pesan konstitusi serta sarana dalam membangun watak bangsa melalui kebudayaan. Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian.

Zulfa Amalia Wahidah
Peneliti Pendidikan dan Mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI