Berdasarkan data Provinsi Jawa Timur tahun 2019, Kabupaten Sampang termasuk dalam 12 kabupaten/ kota dengan angka stunting tinggi selain Kabupaten Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, Jember, Bondowoso, Probolinggo, Nganjuk, Lamongan, Malang, Trenggalek, dan Kediri.
Sebagai salah satu lembaga yang melayani Pendidikan Anak Usia Dini, masalah stunting menjadi masalah krusial bagi TKIT Nurul Hidayah. Tidak dapat dipungkiri anak-anak menjadi pangsa pasar empuk bagi peredaran makanan yang mengandung 5 P (Pengawet, Pewarna, Pemanis, Penyedap, dan Pengenyal).
Di mana 5 P tersebut banyak terkandung dalam jajanan kaki lima dan makanan dalam kemasan (fast food).
Baca Juga: Jangan Salah, Pendidikan Tentang Seks Perlu Dimulai Sejak Anak Usia Dini
Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahaya jajanan kaki lima dan fast food bagi kesehatan, misalnya terdapat hubungan antara frekuensi konsumsi junk food dengan kejadian status gizi pada anak usia dini (Amalia, 2016).
Hal ini juga diperkuat oleh: Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; Undang-undang Nomor 9 Tahun 1996 tentang Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu Gizi, dan Pangan; dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 jo Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Sementara itu, mengontrol jajanan anak merupakan hal yang tidak mudah, karena berbagai faktor, seperti: iklan televisi, kemasan dan warna yang menarik, serta lemahnya pengawasan orang tua. Padahal, kandungan food defense yang ada dalam jajanan sangat berbahaya bagi kesehatan.
Menurut BPOM Jawa Timur di Kabupaten Sampang tanggal 8 Desember 2016 dari 60 sampel pangan jajanan anak sekolah 7 di antaranya mengandung boraks (Jawa Pos: Minggu, 24 Mei 2015: hal. 1).
Kondisi riil di TKIT Nurul Hidayah sebelum adanya program Sepiring Nasi Kuning adalah: (1) Beraneka ragam bekal jajanan yang dibawa anak adalah tidak sehat; (2) Banyak anak yang masih suka membeli jajanan kaki lima di sekitar sekolah; (3) Beraneka ragam jajanan yang dibawa menimbulkan kecemburuan sosial di antara anak; (4) Bekal dalam bentuk uang sering memicu pertengkaran antar anak; dan 5) Pembelajaran tidak berjalan kondusif,
Hal-hal di atas yang menjadikan TKIT Nurul Hidayah Sampang mengadakan program inovasi “Sepiring Nasi Kuning” yaitu “Sekolah Pakai Katering Generasi Kuat Tanpa Stunting”.
Katering sekolah merupakan pemberian makanan oleh sekolah kepada anak secara berkala dengan standar kesehatan yang ketat sesuai kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Dalam program Sepiring Nasi Kuning, anak tidak boleh membawa bekal apapun kecuali air minum. Layanan makan ini disiapkan setiap hari oleh 4 orang juru masak dan disajikan pada jam istirahat yaitu pukul 09.00 sampai 10.00 WIB.
Daftar menu selama 1 bulan diberikan pada awal bulan kepada orang tua agar dapat dicermati setiap harinya makanan yang akan dikonsumsi untuk mengantisipasi anak yang alergi dengan bahan tertentu. Senin sampai Kamis menu yang disajikan adalah makanan pokok, lauk-pauk, sayur-mayur, dan buah.
Pada hari Jum’at dan Sabtu berupa kudapan dengan memanfaatkan potensi lokal daerah Sampang seperti ketela pohon, ketela rambat, labu, ubi jalar, dan jagung. Nilai gizi dalam setiap menu juga telah dilakukan pengukuran oleh tim gizi Puskesmas Banyuanyar secara berkala.
Baca Juga: Pentingnya Orang Tua Memberikan Pendidikan Moral Kepada Anak Sejak Usia Dini
Biaya pelaksanaan kegiatan ini adalah sebesar Rp3.500,00/ hari tiap anak. Untuk menunjang keberhasilan program keterlibatan orang tua dioptimalkan melalui adanya pernyataan kesepakatan awal masuk sekolah berupa larangan membawa uang jajan dan bekal namun boleh membawa minum serta edukasi secara berkala tentang tumbuh kembang anak.
Dengan Sepiring Nasi Kuning asupan gizi anak terjaga, anak terbiasa dengan pola makan sehat, anak tidak terbiasa jajan, membentuk karakter baik dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), mandiri, tanggup jawab dan berakhlak mulia, serta pembelajaran menjadi kondusif karena anak dengan gizi dan kesehatan yang terjamin dapat lebih konsentrasi mengikuti pembelajaran.
Orang tua juga sangat terbantu dengan program ini karena tidak perlu direpotkan lagi setiap hari untuk menyiapkan bekal anak, anak pulang dalam keadaan kenyang dan menguatkan kemitraan sekolah dengan orang tua.
Tahapan yang dilakukan dalam inovasi ini yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di mana dalam setiap tahapannya melibatkan orang tua, yayasan, guru, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, dan Puskesmas Banyuanyar.
Perencanaan: a) Mengadakan pertemuan orang tua untuk menyampaikan maksud dari program Katering Sekolah sehingga terbangun kesepahaman antara orang tua dan stake holder terkait maksud, tujuan, dan target yang ingin dicapai; b) Penyebaran angket kepada orang tua untuk mengetahui respon dan penawaran sistem pendanaan; c) Menginventarisasi dan memetakan hasil angket sebagai bahan menyusun program; d) Menyusun Standart Operasional Prosedural (SOP); e) Memilih tim Katering Sekolah yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota, serta mengangkat juru masak; f) Menyiapkan sarana dan prasarana; g) Menyiapkan instrumen untuk pelaksanaan dan evaluasi.
Pelaksanaan: a) Merancang menu bersama; b) Mengedarkan daftar menu setiap awal bulan; c) Juru masak melaksanakan pembuatan makanan sesuai SOP yang ditetapkan; d) Juru masak menyajikan makanan ke setiap kelas; e) Anak melakukan pembiasaan cuci tangan sebelum dan sesudah makan dan melakukan doa sebelum dan sesudah makan; f) Anak secara bergiliran mengambil makananan sendiri untuk kelompok B, untuk kelompok A diambilkan oleh guru; g) Guru memberikan motivasi dan mengenalkan tentang menu pada hari tersebut; h) Makan bersama; i) Mengembalikan sendiri peralatan makannya pada tempat yang telah disiapkan agar melatih kemandirian dan tanggung jawab; j) Peralatan makan dan masak oleh juru masak.
Evaluasi dilakukan pada proses dan akhir kegiatan: a) Evaluasi proses adalah dengan pengontrolan nilai gizi, tata cara pengolahan, dan penyajian makan, sanitasi, pengecekan data tumbuh kembang anak, cara mencuci tangan, pengelolaan keuangan, serta penilaian PBM; b) Evaluasi akhir yaitu melalui laporan keuangan, hasil penilaian Proses Belajar Mengajar (PBM), daftar kehadiran anak, data tumbuh kembang anak, dan penyebaran angket untuk orang tua.
Baca Juga: Wawasan Kebangsaan: Pengembangan SDM Sejak Dini dengan Menanamkan Nilai Pancasila
Jadi tunggu apa lagi? Ayo dukung upaya pemerintah dalam mencegah dan menangani stunting dengan Sepiring Nasi Kuning. Generasi Sehat, Indonesia Hebat!
Penulis: Raden Roro Dewi Trisna, S.P., S.Pd., M.Pd.
Kepala TKIT Nurul Hidayah
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi