Etika merupakan prinsip-prinsip moral yang mengatur perilaku manusia. Etika membantu menentukan tindakan yang benar dan salah, serta serta memberikan panduan bagaimana seharusnya manusia bertindak.
Menurut pakar filsafat mesir Ahmad Amin, etika adalah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, serta menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Sedangkan etika normatif menurut Keraf adalah cabang etika yang mempelajari tentang bagaimana seharusnya manusia bertindak, yaitu tentang baik dan buruk, benar dan salah, serta norma-norma yang seharusnya diikuti dalam kehidupan bermasyarakat.
Etika normatif tidak sekadar mendeskripsikan atau menggambarkan suatu tingkah laku tetapi menentukan benar tidaknya tingkah laku seseorang. Ia bersifat preskriptif (memerintahkan). Etika menuntun manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah yang berlaku di masyarakat.
Namun di era digital ini di mana informasi publik sangat banyak dan mudah didapat sangat banyak pula etika-etika normatif mulai ditinggalkan. Kita harus pandai menyaring informasi yang tidak transparan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Ranah digital yang dipenuhi figur-figur dengan pengaruh besar namun minim tanggung jawab moral memperlihatkan rapuhnya etika normatif dalam komunikasi publik. Etika normatif dalam komunikasi publik seharusnya menghargai kebenaran, tidak merugikan publik, serta mengedepankan tanggung jawab sosial.
Pada tahun 2023, seorang influencer kesehatan asal Indonesia yang memiliki lebih dari 1 juta pengikut di Instagram mempromosikan sebuah “obat herbal” yang diklaim mampu menyembuhkan diabetes dan asam urat dengan jangka waktu yang sangat singkat. Video promosinya dibuat dengan sangat menarik serta meyakinkan.
Berpenampilan bak seorang profesional, mengenakan jas dokter (padahal bukan tenaga medis), juga menyertakan testimoni dari pasien-pasien yang sembuh membuat banyak orang yang percaya.
Namun ironisnya ternyata produk tersebut tak sebaik promosinya, produk tersebut tidak memiliki izin BPOM serta tidak terbukti secara ilmiah.
Pencitraan influencer yang positif, religius, serta care terhadap kesehatan membuat ribuan orang tetap membeli produk tersebut. Beberapa korban bahkan sampai mengalami efek samping karena menghentikan pengobatan medis mereka.
Baca Juga: Pengaruh Media Sosial Seorang Influencer dalam Meningkatkan Penjualan melalui E-Commerce
Semua pembicara atau komunikator seharusnya berkomitmen terhadap prinsip-prinsip etika komunikasi karena komunikasi yang etis merupakan dasar yang membentuk pemikiran dan pengambilan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan, serta pengembangan hubungan dengan komunitas secara luas.
Seorang influencer seharusnya tidak hanya sekadar memikirkan “bagaimana kita berbicara”, tapi juga harus memikirkan niat, dampak, serta tanggung jawab terhadap publik. Popularitas dan citra mereka jangan dijadikan perisai untuk memanipulasi informasi
Komunikasi etis sangat penting agar dapat memberikan output yang positif kepada komunikator, baik itu rasa hormat, keterbukaan, serta akurasi informasi. Jangan sampai citra positif yang sudah dibangun hilang dari pandangan publik.
Penulis: Devi Nurhaliza
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Pamulang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Sumber:
Keraf, A Sonny. 1993. Etika Bisnis. Yogyakarta. Kanisius
Ahmad Amin. 1983. Etika (Ilmu Akhlak), Terj. KH. Farid Ma’ruf, Jakarta: Bulan Bintang
Ikuti berita terbaru di Google News