Jalan Perdamaian Indonesia Pasca Pilkada

Pasca pilkada selalu menyisakan persoalan serius, yakni keretakan hubungan pendukung satu pasangan dengan pasangan lain. Berakhirnya pilkada tidak serta merta perseteruan masyarakat berakhir. Tak jarang, masyarakat kita larut dalam keretakan bahkan konflik sosial yang berkepanjangan.

Di Papua misalnya, tak jarang pilkada harus menelan korban. Begitu pula dengan Jawa Timur, para kiai antar pendukung Khofifah dan Gus Ipul tak bertegur sapa pasca Pilkada. Hal serupa juga terjadi pada Pilkada-Pilkada di tempat lain.

So what?

Bacaan Lainnya
DONASI

Rekonsiliasi Politik
Setiap orang pasti memilik panutan dalam hidupnya, begitu pula dengan masyarakat. Orang-orang yang dikenal luas oleh khalayak umum, juga dinilai visioner dan dapat mengayomi jelas menjadi panutan baik bagi masyarakat. Panutan masyarakat seperti para pemimpin daerah yang baru terpilih, petinggi-petinggi partai, kepala pemerintahan, serta para public figure harus memberikan contoh hidup rukun bagi masyarakat. Rekonsiliasi atau perbaikan hubungan baik adalah salah satu jalannya. Rekonsiliasi yang dilakukan para petinggi politik di tiap daerah dapat menenangkan hati masyarakat yang sedang panas-panasnya pasca Pilkada.

Medsos Pendukung Rekonsiliasi
Di era milenial ini, media sosial telah menjadi salah satu pilar dalam kehidupan sehari-hari. Penyebaran informasi yang cepat dan akurat menjadikan media sosial sebagai wadah untuk saling berbagi. Tagar-tagar yang booming di Twitter, Instagram, Facebook, dan kawan-kawan sejawatnya merupakan bentuk demokrasi dan suara masyarakat. Tagar-tagar tersebut juga dapat mempengaruhi pola pikir dan sudut pandang orang-orang yang membacanya. Tagar-tagar seperti #GoRekonsiliasi, #JadiTeman, #DamaikanKonflik sekiranya dapat membantu menguatkan persepsi masyarakat akan hidup rukun berdampingan, baik antara pendukung paslon yang kalah dengan menang, atau yang lainnya.

Untuk mendukung aksi rekonsiliasi melalui media sosial tersebut, di sinilah diperlukannya sosok public figure yang kuat dan sangat melekat di hati masyarakat. Namun public figure saja tidak cukup, akun-akun official lembaga kepemerintahan, partai politik, dan ormas juga harus turut menyukseskan gerakan ini.

Karena seperti yang kita ketahui, untuk mengajak masyarakat aktif mendukung aksi rekonsiliasi yang dilakukan para petinggi politik tersebut jelas tidak mudah. Tidak semua pendukung dari paslon yang menang maupun yang kalah bisa menerima perbaikan hubungan ini. Untuk itu, aksi tagar medsos di atas dapat menjadi salah satu solusi untuk memberikan sekaligus mengajak masyarakat secara keseluruhan untuk mengurangi potensi terjadinya konflik.

Aksi Merangkul
Selain aksi rekonsiliasi akbar tersebut, aksi pemenang merangkul yang kalah juga dapat menjadi solusi untuk mencegah konflik sosial yang berpotensi muncul. Mengajak yang kalah untuk ikut bersumbangsih dan mengabdi pada masyarakat juga dapat setidaknya mengobati luka pasca pesta demokrasi. Akan tetapi dengan masuknya yang kalah ke dalam kursi pemerintahan, apakah akan membuat mereka dicap pengkhianat oleh para pendukungnya? Itu semua juga bergantung pada kesadaran masyarakat sendiri.

Dengan aksi merangkul ini, setiap parpol juga dapat melakukan sosialisasi pada pendukungnya untuk tetap damai dan lebih relax. Lingkungan yang kondusif di parpol sendiri dapat meredakan emosi anggota-anggotanya yang tidak lain pendukung paslon-paslon sendiri.

Euforia Sederhana
Adalah sebuah kewajaran apa bila kubu yang menang merayakan kemenangannya atas seremoni demokrasi serentak pada 27 juni lalu dengan menggelar pesta atau semacamnya. Akan tetapi, pesta-pesta yang digelar oleh para pemenang ini terkadang cenderung berlebih-lebihan.

Perayaan besar-besaran dan sampai merendahkan kompetitor lain jelas sangat menyakitkan hati. Perayaan-perayaan yang sederhana namun tetap hikmat akan sangat dalam maknanya bagi pendukung paslon yang menang, sekaligus tidak akan menyinggung perasaan pendukung paslon yang kalah.

Mengadakan baksos dalam rangka merayakan kemenangan serta mengajak kompetitor sebelah ikut berpartisipasi juga merupakan cara yang baik dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat pada pemimpin daerah yang baru. Di lain sisi juga mempererat hubungan masyarakat di daerah tersebut.

Dukungan Ormas
Ormas merupakan merupakan sekutu terdekat masyarakat, baik secara individu ataupun yang lebih luas. Pengaruhnya dalam merubah, memperbaiki, serta meningkatkan tatanan kehidupan masyarakat sangatlah penting.

Ormas sendiri banyak basisnya, ada yang berfokus pada sosial, budaya, politik, hingga agama. Dalam hal ini basis agama dinilai paling dekat dengan masyarakat, agama sebagai pedoman hidup. Sosialisasi dan dukungan dari ormas untuk hidup berdampingan akan memberikan pandangan untuk masyarakat ke depannya.

Pemuka Agama
Para pemuka agama kiranya juga dapat membantu meredakan situasi yang panas pasca pesta demokrasi serentak ini. Pesan-pesan yang disampaikan oleh pemuka agama dalam sesi ceramah atau dakwah juga dapat membangun kepercayaan antar masyarakat beragama.

Sebelum membangun kepercayaan dalam masyarakat, sudah sepantasnya apabila hubungan baik dibangun dari pemuka agama terlebih dahulu. Seperti bangunan yang pondasinya layak dibangun dengan kokoh dahulu, baru memperindah bagian luarnya. Setelah sudah terjalin dengan baik, baru menyampaikan pesan-pesan kedamaian antar masyarakat.

Masyarakat Cerdas dan Bijak
Tidak hanya mengandalkan pendukung dari luar saja, namun pola pikir masyarakat sendiri harus diubah. Masyarakat harus dapat menyikapi keadaan dengan lebih bijak dan cerdas. Tidak mudah terpancing emosi adalah salah satu kuncinya.

Sikap sportif dan lapang dada juga menjadi pilar yang menjadi penyokong hubungan sosial antar masyarakat agar tidak runtuh. Legowo dalam menerima kekalahan dan tetap rendah hati bagi yang menang akan menyatukan dan mempererat tali silaturahmi para pendukung. Hidup bersaudara adalah tujuan bersama.

Dari setiap solusi di atas, tentu ada yang dapat bekerja ataupun sama sekali tidak memberikan efek. Tapi dari semua itu, hati masyarakat yang tetap kukuh dengan persaudaraan antar sesamalah yang terpenting. Rekonsiliasi sebesar apapun, sampai ceramah-ceramah dari pemuka agama tidak akan mempan apabila kita sebagai masyarakat belum membuka hati kita untuk menerima.

Robby Wijaya
Mahasiswa Universitas Sampoerna Jakarta

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI

Komentar ditutup.