Dampak Pandemik terhadap Sistem Pendidikan Saat Ini

Pendidikan
Dampak Pandemi terhadap Pendidikan

Kita baru saja memasuki era revolusi industri 4.0, era yang sepenuhnya digital dalam segala hal mulai dari urusan dapur hingga urusan pelatihan dan servis dalam segala urusan, perubahan industri sepenuhnya online, tidak ada arti yang sulit dan setiap teknologi menawarkan fasilitas yang sederhana dan memungkinkan.

Begitu pula posisi penulis sebagai narasumber, fasilitator, dan penulis dimudahkan dengan hadirnya teknologi, arsitek pendidikan juga harus cepat beradaptasi, mengelola kondisi dan pengetahuan yang situasinya sudah berubah, dosen tidak lagi mengharapkan kurikulum klasik, tetapi mereka diperlukan untuk lebih aktif dalam pekerjaan dan peran, kita harus bisa mengubah cara berpikir kita, cara berpikir klasik kita menjadi digital.

Tahun lalu misalnya, widyaiswara memiliki keahlian menyampaikan ilmu dan keterampilan di kelas dengan cara klasik, tatap muka dengan peserta, menyampaikan materi dalam bentuk slide, bersalaman langsung, langsung bertanya dan tersenyum dan tentunya bercanda dengan murid.

Bacaan Lainnya
DONASI

Baca Juga: Pendidikan Vokasi Era Industri 4.0

Jangan harap kondisi seperti ini akan berlangsung lama, karena perubahan kebiasaan sudah berubah secara signifikan, di mana alat interaksi dan komunikasi antar individu dan kelompok sudah menggunakan alat yang super canggih yaitu menggunakan handphone, gadget, laptop, dan perangkat lain yang menuntut dan terhubung ke jaringan internet yang memungkinkan akses global.  

Dengan segala kecanggihan teknologi di industrinya, telah mengubah sistem dan pola komunikasi manusia hanya dengan meng-klik nomor handphone, sehingga memudahkan untuk menghubungi dan berkomunikasi secara jelas dengan lawan bicara kita baik jarak dekat maupun jauh.

Perkembangan sarana komunikasi yang maju dan cepat telah mengubah sistem proses pengajaran di dunia pendidikan.

Proses pembelajaran tidak lagi didominasi dengan pertemuan tatap muka, namun dapat dikomunikasikan secara langsung melalui tatap muka lewat alat teknologi yang menggunakan aplikasi pertemuan virtual, komunikasi antara tutor dan peserta tidak lagi dilakukan di dalam kelas melainkan di dalam ruangan dunia maya.

Dunia maya adalah dunia yang operasinya menggunakan seluruh web dan internet. Saat ini, kita terpaksa mengubah cara kita di dalam dunia pendidikan karena pandemi yang menyebarkan virus Covid-19 yang telah menyebar ke seluruh dunia begitu cepat dan mengguncang dunia dalam waktu singkat.

Peristiwa ini memaksa seluruh umat manusia untuk tidak aktif, karena pada saat itu, seluruh negeri sangat tegang secara psikologis karena virus mematikan yang muncul di Wuhan, China.

Keadaan dunia terasa mati, tidak ada aktivitas dari masalah pangan hingga masalah pemerintahan, masalah pendidikan, perjalanan darat, laut, dan udara, umat manusia menahan diri untuk tidak keluar rumah dan berdiam diri selama beberapa bulan di tahun 2020.

Kondisi kemudian sangat menegangkan dan sangat miris sebelum pemerintah memberlakukan new normal pada setiap orang di wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Kita tidak bisa tinggal diam menghadapi situasi ini, kita harus cepat beradaptasi dengan peradaban baru yang kuat.

Ledakan teknologi yang ada di muka bumi ini memberikan kenyamanan dalam segala hal. Suka atau tidak suka, saat ini kita harus menerima kenyataan dan tidak dapat menghindari perubahan dan sistem pengajaran: pertemuan kelas telah berubah dari klasik menjadi digital dengan bantuan pertemuan virtual. 

Baca Juga: Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) Cetak Generasi Bangsa Siap Kerja di Era 4.0

Dunia klasik berpindah ke dunia maya, aplikasi rapat virtual Zoom yang ramai digunakan untuk berbagai pertemuan, seminar, dan acara pendidikan, diburu dan digunakan untuk melanjutkan tatap muka yang sudah ada. tanpa bertemu muka dan tanpa bersentuhan. Mulai dari anak-anak, ibu rumah tangga, pekerja di pabrik dan perkantoran, parlemen negara, serta dosen dan guru, kebanyakan pengusaha yang bertindak langsung, sistem penawaran kini telah berubah.

Dalam pendidikan, segala sesuatu dalam proses pengajaran yang berlangsung di dalam kelas telah berubah menjadi penggunaan pertemuan virtual. 

Virtual Meeting sebagai Sarana Pembelajaran Era Industri 4.0

Saat ini kita di Indonesia dan beberapa negara berkembang lainnya masuk pada peradaban era revolusi industry 4.0, di mana era tersebut telah menggantikan sarana dan prasarana yang notabene berbasis internet.

Dalam dunia pendidikan khususnya pada dunia pelatihan di lingkungan Kementerian Agama para personil jajaran di Kementerian Agama telah mengubah sistem berkomunikasi dan bertatap muka dengan menggunakan sebuah aplikasi yang berbasis online.

Misalnya saja contoh yang sedang penulis alami adalah pada awal bulan April tahun 2020 mendapatkan tugas sebagai narasumber untuk memberikan materi kepada para guru di wilayah kabupaten dengan menggunakan aplikasi Zoom virtual meeting.

Aplikasi Zoom virtual meeting ini sungguh luar biasa salah satu aplikasi yang mengajak kepada penggunanya biar bisa bertatap muka secara bersamaan pada forum pelatihan secara online.

Tutor sendiri posisi di Jakarta dan para pesertanya sejumlah empat puluh orang berada di wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, sehingga dapat bertatap muka saling berdiskusi dan saling menyapa pada channel yang sama, seperti layaknya di sebuah ruangan kelas yang sama, aplikasi ini membuat sistem pengajaran di Balai Diklat Keagamaan berubah dari pelatihan secara klasikal menjadi virtual.

Awal perdana tayang memang dari kami masih awam dalam menggunakan fitur-fitur yang terdapat pada aplikasi tersebut, begitu juga dari para peserta yang merupakan para guru gabungan dari Kemendikbud dan Kementerian Agama.

Proses pelatihan antar tutor dan para peserta yang tidak biasanya dilakukan dengan virtual meeting, dan saat sekarang masih menggunakan dan memanfaatkan pertemuan secara online terasa banyak manfaat dan kemudahan yang ditemukan oleh penulis dan para guru yang sedang mengikuti program pelatihan model-model pembelajaran melalui e-learning.

Baca Juga: Peran Virtual Reality dalam Dunia Pendidikan

Pelatihan berjalan dengan lancar dan justru para pesertanya sangat antusias dan sangat kreatif, ditunjukkan dengan terbangunnya kebersamaan di antara peserta dengan saling menyapa dalam virtual meeting.

Dengan hadirnya aplikasi Zoom dan beberapa aplikasi lainnya yang sekarang adalah Google yang telah berhasil menggantikan aplikasi Google Hang-out menjadi Google Meet, di mana aplikasi tersebut hampir sama dalam penggunaannya.

Balai Diklat Keagamaan Jakarta sudah sekitar delapan tahun telah memanfaatkan pembelajaran secara online, seperti memberikan materinya berupa bahan ajar dan slide juga video yang serba berbasis eletronik dan tersimpan pada web Learning Manajemen Sistem atau LMS-nya Balai Diklat Keagamaan Jakarta, dan saat program pelatihan resmi berjalan, panitia, tutor, dan para peserta berkomunikasi dengan menggunakan internet.

Pemanfaatan aplikasi Zoom virtual meeting yang digunakan dalam pelatihan di lingkungan sekolah, contohnya diklat keagamaan khususnya Jakarta, telah berhasil dan sudah akan terselenggara pada gelombang yang kedua, awal Agustus tahun 2020 dengan dukungan dari jajaran pejabat struktural yang handal dan para tutor serta para staf administrasi dalam mengelola pelatihan berbasis e-learning.

Tantangan yang berat adalah menghadapi siynal para peserta yang jauh dari perkotaan karena sangat berpengaruh pada kondisi sinyal yang lemah, hal ini sangat mengganggu proses pembelajaran secara online.

Dampaknya pada para peserta ada yang tertinggal materi dan informasi dari tutornya, sehingga akan berpengaruh pada output yang diharapkan sukses seratus persen.

Dari hasil pembelajaran, pelatihan secara e-learning di lingkungan Balai Diklat Keagamaan Jakarta berdasarkan data yang dipantau oleh panitia, output peserta diperkirakan sekitar di atas 95% tingkat kelulusannya dengan hasil sangat memuaskan.

Berita yang sangat mengembirakan ini membuat jajaran pejabat di lingkungan balai diklat bekerja dengan lebih profesional dan lebih bersemangat serta bekerja dengan perencanaan yang matang. Tidak menutup kemungkinan pelatihan-pelatihan selanjutnya semuanya berbasis online.

Ini terjadi karena era revolusi industri 4.0 memacu untuk meningkatkan kemudahan dan jangkauan yang lebih luas dan efektif serta dengan anggaran yang terjangkau.

Baca Juga: Kelas Rangkap: Program Inovasi Pendidikan Sekolah Dasar Pembawa Perubahan

Dan ini merupakan penghematan yang luar biasa, dana yang lebih tersebut bisa digunakan untuk penambahan kegiatan pelatihan yang lebih banyak lagi dan sangat jauh sekali bila dibandingkan penggunaan anggaran untuk membiayai pelatihan secara klasik.

Pelatihan klasik untuk tahun kedepan akan menjadi sebuah program yang aneh bila masih dikonsumsi oleh Balai Diklat Keagamaan Jakarta karena eranya sudah berubah dan harus berubah untuk memprogramkan seluruh kegiatannya secara online dan virtual meeting.

Pada tanggal 29 November 2019, komite tetap bertindak atas nama majelis di Uni Europa melaporkan bahwa Komite Kebudayaan, Ilmu Pengetahuan Pendidikan dan Media seperti yang dilaporkan oleh Tuan Constantinos Estathiou, ada 12 hal yang perlu kita pahami dan persiapkan bersama dalam menghadapi era globalisasi revolusi industri 4.0.   

Migrasi Generasi Klasikal Menuju Peradaban Milenium

Abad ke-21 membutuhkan sistem pendidikan yang menawarkan keterampilan dan kompetensi berdasarkan pengetahuan globalisasi, lebih kreatif dan kritis, berkolaborasi dan berkomunikasi dengan baik dengan komunitasnya, dan mampu menjawab persyaratan Eropa untuk inovasi kelas dunia-Ekonomi untuk merespons, mampu bertahan dari pertumbuhan ekonomi global dan cepat beradaptasi dengan pasar tenaga kerja dunia yang sangat kompetitif, serta memenuhi kebutuhan masyarakat di tingkat internasional. 

Berkat teknologi digital berbasis revolusi industri 4.0, ia menawarkan banyak keuntungan dan banyak peluang yang kita berikan di dunia tanpa batas yang tidak pernah ada, yang memperkaya dan yang menciptakan banyak kemungkinan kegunaan.

Mengubah dunia dalam sistem manajemen, sistem pembelajaran, dan sistem multimedia yang dapat mendukung transformasi sistem pendidikan klasik menjadi sistem pembelajaran berbasis web dengan model pembelajaran online dan pertemuan virtual, dan ini merupakan tantangan baru yang besar bagi pendidikan untuk menghadapi era baru ini.

Satu, sebuah tantangan. Selain itu, teknologi informasi dan komunikasi merupakan alat utama untuk memungkinkan pendidikan yang adil dan inklusif, menutup kesenjangan pembelajaran, membuka perspektif baru bagi guru dan profesinya, meningkatkan kualitas dan makna pembelajaran, serta meningkatkan manajemen dan administrasi pendidikan. 

Tak disangka, menurut General Assembly Uni Eropa, sistem pendidikan di seluruh Eropa mengalami keterlambatan dalam beradaptasi dengan syarat dan ketentuan globalisasi karena banyaknya isu baru dalam dinamika perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

Baca Juga: Masa Pandemi, Tantangan atau Hambatan Pendidikan?

Begitu cepat dengan perkembangan peradaban manusia yang telah berubah, baik dari segi gaya hidup maupun penggunaan teknologi yang serba online dan multi sistem yang tersedia di tingkat lokal, nasional, maupun global.

Menurut laporan Dewan Komunitas Eropa, sekitar 44% orang dewasa di negara anggota Uni Eropa tidak memiliki keterampilan digital yang memadai dan hampir 20% orang di Uni Eropa masih memiliki keterampilan digital dasar.

Siswa kini dilengkapi dengan peluang belajar digital di sekolah dan sekitar 20-25% guru mengajarkan teknologi pembelajaran di kelas, bahkan meluas ke ranah yang lebih luas dari Dewan Eropa. 

Populasi Digital Ace adalah kaum milenial berusia sekitar 15-18, didominasi oleh anak sekolah Gen Y yang tidak lagi menggunakan buku teks digital, perangkat lunak, perangkat pembelajaran, atau game edukasi di sekolah.

Namun, mereka sangat pandai menggunakan dan menggunakan perangkat pembelajaran berteknologi tinggi dan aplikasi media sosial yang sudah digunakan secara lokal dan global sebagai sarana komunikasi dengan dunia luar, dan para siswa ini umumnya tidak perlu lagi belajar secara sistematis karena memang begitu akrab dengan perangkat-perangkat canggih tersebut dan penggunaan TIK sudah menjadi hal yang lumrah di lingkungan belajar. 

Proyek pendidikan di Eropa menyiapkan sumber daya manusianya dari bidang sekolah, dan dengan dukungan dana untuk menyiapkan sarana dan prasarana teknis berbasis digital dan teknologi tinggi, diharapkan proyek ini dapat diamankan sebagai penyiapan sumber daya manusia.

Ingin bersaing secara global dan memastikan bahwa pada tahun 2025 semua sekolah di Uni Eropa mendapatkan jaminan akses ke broadband berkecepatan tinggi, dan pemerintah Eropa serta pemimpin utama mereka memberikan dukungan keuangan penuh untuk harapan tersebut.

Anggota Dewan Eropa mengatakan bahwa mereka tidak mendapat dukungan dari sumber daya dan struktur pendukung yang serupa. Majelis Deputi khawatir bahwa kesenjangan yang begitu lebar mengancam akan menciptakan ketidaksetaraan sosial baru di dalam dan di antara negara-negara Eropa yang bertetangga. 

Di Eropa, banyak negara yang menginvestasikan dananya untuk menyiapkan peralatan teknologi informasi dan komunikasi di setiap sekolah di Eropa. Namun, majelis perwakilan memperingatkan bahwa investasi teknologi tanpa integrasi TIK yang signifikan ke dalam pengajaran dan pembelajaran tidak akan membawa perubahan yang diinginkan dalam pendidikan.

Dalam proses ini, generasi muda harus diberikan keterampilan dan kualifikasi yang tepat untuk menjadi aktor yang efektif dan bertanggung jawab di dunia yang semakin digital.  

Baca Juga: Unemployment Disaster: Meninjau Kondisi Ketenagakerjaan Akibat Pandemi Covid-19 melalui Perspektif Kualitas Sumber Daya Manusia untuk Mendorong Pemulihan Ekonomi Nasional

Penguasaan keterampilan digital harus dimulai sejak usia dini dan berlanjut sepanjang hidup. Belajar tentang robotika, pengkodean, keamanan dunia maya, blockchain, dan kecerdasan buatan akan menjadi tulang punggung sistem pendidikan masa depan.

Pembelajaran aktif berbasis masalah di berbagai bidang pendidikan mendorong kreativitas dan inovasi. Majelis Umum menekankan bahwa tingkat minimum kompetensi digital yang harus diperoleh siswa selama studi mereka dan kriteria penilaian mereka harus segera ditentukan.

Dalam konteks ini, Majelis Umum memuji Pedoman Dewan Eropa tentang penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak anak di lingkungan digital, yang memberikan pedoman komprehensif di bidang ini, khususnya tentang promosi dan pengembangan literasi digital, termasuk tentang literasi media dan informasi, dan pendidikan kewarganegaraan digital.

Majelis Umum menyayangkan bahwa sementara proporsi yang sama antara perempuan dan laki-laki muda merasa memenuhi syarat untuk menggunakan teknologi digital dalam kehidupan sehari-hari mereka, masih ada kesenjangan gender yang signifikan dalam representasi perempuan muda dalam teknologi informasi dan komunikasi dan sains terdiri dari teknologi dan studi teknik, matematika, dan karier. 

Dilema Pendidikan Dunia di Era Digital

Kepala Ekonomi WCC Christos Cabolis memberikan arahan bahwa awal tahun akademik untuk sebagian besar belahan bumi utara saatnya untuk mengambil sebuah keputusan mengambil sebuah mata pelajaran yang berkaitan dengan dunia kerja berbasis keterampilan tingkat tinggi terkait dengan teknologi dan digital.

Dengan menjamurnya dinamika teknologi yang berbasis digital memaksakan dan mengubah pangsa pasar bursa tenaga kerja menjadi baik dan cepat dalam hal pekerjaan tradisional maupun pekerjaan baru yang tersedia disiplin STEM: sains, teknologi, teknik, dan matematika memastikan pangsa bursa tenaga kerja untuk mampu beradaptasi dengan dinamika kebutuhan umat manusia yang serba canggih dan serba modern.

Ilmu yang sangat membantu salah satunya adalah Jurusan Techies, yaitu sebuah disiplin ilmu yang sangat diperlukan saat ini untuk mengelola dan memperluas ekonomi digital, begitu argumennya dan menyatakan bahwa ekonomi digital akan sangat membutuhkan kolaborasi Techies dengan jurusan humaniora.

Baca Juga: Virus Corona (COVID-19) Momok Baru Pendidikan Negeri Ini

Darmawan Wawan, Winarti Murdiyah dalam seminar nasional mengkaji apakah humaniora di era globalisasi masih relevan? Yang disampaikan di seminar terbuka di Universitas Pendidikan Indonesia di Jakarta dan Wallerstein dikutip pendapat dari Gardner bahwa globalisasi telah menempatkan sebagian besar masyarakat Indonesia, bersama dengan negara-negara berkembang lainnya di Afrika, ke dalam posisi periphery.

Menyatakan bahwa negara-negara industri baru seperti Korea, Taiwan, Singapura, dan Brazil sebagai semi-periphery. Sementara itu negara-negara di Eropa, Amerika, dan Jepang menjadi negara-negara inti yang miskin dari segi sumber daya alam tapi kuat dari segi sumber daya manusia telah mampu menghadapi era globalisasi.

Derasnya arus globalisasi dan kuatnya kebutuhan manusia secara fisik, beberapa negara ini mulai mengendorkan peran humaniora dalam kehidupan masyarakat. Hal ini terasa dengan hadirnya fasilitas tatap muka digantikan dengan pertemuan virtual meeting.

Dampak dari virtual meeting dapat menurunkan minat umat manusia untuk bertemu dan bersosialisasi secara langsung.

Perubahan sikap dan kebiasaan ini dapat menurunkan peran humaniora dalam kehidupan peradaban manusia pada era globalisasi yang cenderung memanfaatkan kemudahan untuk berselancar di dunia maya secara online dan virtual meeting yang dari sisi humaniora telah menggeser nilai nilai budaya idasik dan berubah menjadi peradaban berbasis teknologi digital dan masuk pada era robotic.

Dampak Gelombang Globalisasi terhadap Tatanan Bangsa dan Negara Indonesia

Kami memahami bahwa dampak globalisasi pada berbagai aspek kehidupan masyarakat akan membawa banyak manfaat terkait dengan kesehatan, pendidikan, komunikasi dan telekomunikasi, dan bidang lain yang terhubung ke internet dan teknologi canggih yang menghubungkan dan mengaktifkan perangkat kerja dengan satu klik akan berubah.

Semuanya tombol perintah ketika apa yang kita inginkan dan harapkan dalam pekerjaan kita sehari-hari dapat dilakukan dengan mudah dan menghemat banyak tenaga manusia secara fisik.

Contoh lain adalah pada zaman klasik dulu, ketika kita menyerahkan absensi dari tanda tangan manual ke mesin absensi dengan sidik jari tidak memungkinkan, mulai saat ini home absensi dimungkinkan dengan menghubungkan aplikasi dengan sistem manajemen kantor tempat kita bekerja.

Baca Juga: Pendidikan di Masa Pandemi

Cukup bekerja dari rumah tanpa kita harus datang ke kantor dan kita bisa melakukannya dengan begitu mudah dan di luar nalar manusia. 

Efek yang sangat mengkhawatirkan bagi bangsa dan negara Indonesia adalah semakin terbukanya hubungan dan komunikasi dengan dunia luar, tidak ada lagi sekat dan saringan antar manusia, semuanya saling berhubungan dan ini merupakan efek yang sangat negatif.

Memiliki efek keberlangsungan dan keamanan bangsa dan negara Indonesia yang dengan mudah merusak budaya Indonesia dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Idealisme terhadap kewarganegaraan Indonesia terancam dan tatanan generasi bangsa Indonesia barangkali merupakan kebusukan moral, berorientasi pada generasi milenial, secara emosional beralih kepada kepentingan masing-masing individu dan budaya Indonesia menawarkan pendidikan dan seminar kepada dunia pendidikan dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.

Menumbuhkan rasa nasionalisme dan penanaman nilai-nilai budaya asli Indonesia dengan memilih duta budaya pemuda untuk setiap kegiatan pendidikan membutuhkan dukungan penuh dari berbagai tingkatan pemerintah dan pendidik, serta pekerja budaya dan tokoh agama dari Sabang sampai Merauke.

Perlunya menanamkan karakter dan nilai-nilai kewarganegaraan Indonesia kepada seluruh warga negara Indonesia agar cara berpikir kita mengakar di era globalisasi dan membentuk karakter yang mengakar sebagai warga negara Indonesia yang siap membangun bangsa Indonesia dan siap agar keamanan dan pertahanan Indonesia dapat dipertahankan dengan kuat dan bertanggung jawab.

Membela Indonesia selamanya sampai titik darah penghabisan. Berdasarkan pembatasan pendidikan yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia, lembaga pendidikan yang ada dituntut untuk mengembangkan “Pendidikan Karakter dan Revolusi Spiritual”.

Masalah krisis moral adalah perdagangan narkoba, kekerasan, pencurian, perampokan, kejahatan seksual, perkelahian massal. Dalam konsep ini, pabrik cerdas memiliki sistem yang ramah pengguna, berbagai pemodelan dan simulasi dinamis, otomatisasi cerdas, keamanan dan sensor dunia maya yang kuat.

Jaringan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat kompleks dan memiliki kemampuan untuk belajar dengan mengamati orang lain dan berinteraksi antar manusia adalah budaya, menurut para ahli dari berbagai bidang.

Baca Juga: Pendidikan Anak di Masa Pandemi Covid-19

Kevin Laland dan Will Hoppitt mengatakan bahwa budaya didasarkan pada pengetahuan yang dipelajari dan ditransmisikan secara sosial.

Seiring kemajuan teknologi, robot dapat bergabung dengan makhluk yang bernama manusia dan yang memiliki kemampuan untuk belajar bersosialisasi dengan manusia, bahkan dalam masyarakat sosial yang beradab dan memiliki nilai dan aturan sosial untuk kehidupan yang dianut tentunya sangat banyak dan berbeda. Kehidupan sehari-hari dalam masyarakat yang sangat majemuk dan heterogen.

Pada tahun 2017, pakar robotika dan ilmu komputer CSAIL mengembangkan sistem yang disebut C-LEARN, di mana robot diprogram dengan basis pengetahuan yang memungkinkan mereka berinteraksi dengan objek yang berbeda.

Basis data ini membantunya menavigasi batas-batas lingkungannya, seperti kebutuhan untuk memutar pegangan untuk membuka pintu. Dan begitu robot dapat berinteraksi secara fisik dengan objek, ia dapat mulai mempelajari tugas yang lebih kompleks dan belajar berinteraksi dengan lingkungan manusianya. 

Memprogram Robotic ke dalam Kurikulum Sekolah/ Madrasah

Untuk mengikuti dan meratakan persaingan global di bidang robotika, sudah saatnya sekolah-sekolah terkemuka di Indonesia menggabungkan dan memilih kurikulum robotika yang tepat untuk sekolahnya.

Kurikulum sekolah yang bertemakan “Pengantar Robotika” ini merupakan upaya untuk mendorong siswa Indonesia untuk mendalami teknologi dan robotika dengan menambah pengetahuan dan membangun pemahaman yang mendalam tentang robotika dunia nyata serta diberikan pengenalan pemrograman “tradisional”.

Sekolah dasar, sekolah menengah, sekolah menengah atas, dan universitas, kurikulum robotika dirancang untuk memaksimalkan keterlibatan siswa dan menumbuhkan hasrat abadi untuk robotika, pemrograman, dan pendidikan STEM. 

Di Amerika Serikat, sebagian besar sekolah memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk masa depan siswanya, di mana setelah lulus, siswa semakin mempelajari keterampilan yang dibutuhkan untuk masa depan dan mampu bekerja serta menjadi orang yang sukses dan produktif.

Untuk dirinya sendiri dan tempat kerjanya di mana dia bekerja. Sekolah menengah di Amerika Serikat sedang menghadapi persaingan abad ke-21. Dan para siswa mempelajari teknik, teknologi, dan matematika di luar mandat federal.

Ujian sekolah negara bagian Virginia mengharuskan sekolah menengah untuk menawarkan kursus sains dan matematika dasar, tetapi bukan kursus teknologi atau teknik lanjutan. Kurikulum kelas opsional NXT Robotics mencakup semua aspek pendidikan sains, teknologi, teknik, dan matematika.

Sikap dan minat apa yang dimiliki siswa tentang ilmu alam? Untuk meningkatkan kreativitas ilmiah langsung pada siswa sekolah menengah, sekolah pedesaan telah meluncurkan kursus robotika NXT opsional untuk siswa Departemen Karir dan Pendidikan Teknik di kelas 9 hingga 12.

Baca Juga: Kemajuan Teknologi dan Pengembangan Robot atau Artificial Intelligence

Melalui kelas ini ke jadwal harian mereka. Mata kuliah ini menggunakan pendekatan penelitian survei dan membandingkan sikap sains dan minat mahasiswa yang mengambil mata kuliah pilihan Robotika NXT dengan mahasiswa yang tidak mengambil mata kuliah pilihan Robotika NXT.

Selain itu, tinjauan pustaka dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui dampak dari ujian berisiko tinggi di sekolah. Bacaan untuk pilihan robotika sekolah menengah selama satu semester mencakup Robot Mindstorm NXT dalam kurikulum terbatas.

NXT sangat mirip dengan robot yang digunakan di dunia nyata. Robot banyak digunakan untuk membuat mobil, pesawat, kapal, dan kendaraan tak berawak yang dapat menjelajahi lingkungan yang sulit dan berbahaya seperti dasar laut atau gua.

Robot sungguhan tidak hanya memiliki mainframe, motor dan sensor, serta alat komunikasi untuk berkomunikasi dengan perangkat lain seperti robot NXT, tetapi juga dikendalikan oleh perangkat lunak pemrograman.

Kursus robotika NXT dirancang untuk memberi siswa kesempatan untuk menerapkan apa yang telah mereka pelajari di kelas matematika, teknik, dan sains. Kelas Robotika NXT diterima dalam program Pendidikan Vokasi dan Teknologi karena persyaratan sertifikasi guru. Kursus ini terdaftar dalam program Robotics Workcell Technology. 

Kurikulum CTE berdasarkan Robotics Workcell Technology dirancang untuk digunakan oleh pendidik guna membantu siswa memperoleh validasi, tugas spesifik, dan/atau kompetensi yang dianggap penting untuk pekerjaan di bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika. Aplikasi dan evaluasi program robot dilakukan dengan mendemonstrasikan pengetahuan siswa.

Siswa diberi tugas untuk diselesaikan; misalnya, mereka diberitahu bahwa robot harus memindahkan balok-balok kecil berwarna merah dari satu tempat dan menyimpannya dalam sebuah kotak di tempat lain. Kemudian siswa mengerjakan situasinya mundur, mereka tahu apa yang perlu dicapai dan sekarang mereka harus mencari cara untuk mencapainya. 

Mereka mengetahui hasil akhir tugas dan memiliki rubrik yang memberi tahu mereka berapa banyak poin yang mereka dapatkan untuk setiap langkah yang dilakukan dengan benar. Siswa harus mengetahui dimensi yang mereka butuhkan untuk membuat robot yang melakukan tugas tertentu.

Anda perlu mengukur jarak yang harus ditempuh robot: kecepatan yang harus dilalui robot dalam waktu yang ditentukan, dan pelengkap yang harus dibangun di atas robot untuk mengambil, mendorong, atau menarik potongan lego merah kecil ke posisi akhir robotnya.

Gadis-gadis itu kemudian memutuskan bagaimana robot akan memasukkan Lego merah ke dalam kotak, memastikan untuk membuat lebih banyak bagian agar robot dapat menyelesaikan tugas ini. Semua siswa memiliki kit NXT Robotic Mindstorm mereka sendiri dan membangun robot mereka sendiri berdasarkan kebutuhan dan tujuan tugas.

Baca Juga: Program MSIB Batch 3: PT. Stechoq Robotika Indonesia

Membangun Generasi Emas Indonesia dan Berkarakter

Indonesia Emas 2045 adalah cita-cita besar Indonesia yang unggul, maju bersaing dengan bangsa lain, dan cukup dewasa untuk mengatasi masalah klasik bangsa seperti korupsi, masalah pembubaran dan kemiskinan. Kunci terpenting untuk mewujudkan impian ini bukanlah kekuatan ekonomi, politik, atau militer, melainkan manusia.

Seperti yang dikatakan Anies Baswedan secara sederhana: Cara berpikir yang melihat potensi utama suatu bangsa di laut, darat, dan tambang adalah cara berpikir para penjajah. 

Ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengalami perubahan yang mendasar, sangat cepat dan dinamis dari waktu ke waktu, yang berdampak besar pada semua aspek kehidupan manusia.

Teknologi robotik, kecerdasan buatan, pembelajaran mesin, bioteknologi, Internet of Things, big data, dan kendaraan tanpa pengemudi merupakan produk teknologi modern yang kemudian melahirkan revolusi industri 4.0 yang menekankan aspek digitalisasi dan otomasi untuk menciptakan sistem teknologi modern yang lebih efektif dan efisien tanpa gangguan.

Revolusi industri 4.0 atau era pergolakan teknologi digital merupakan masa inovasi dan perubahan yang masif dan mendasar yang akan mengubah sistem dan cara hidup lama menjadi baru dengan inovasi dan kreativitas baru. 

Era Revolusi Industri 4.0 telah membawa disrupsi pada berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk dunia pendidikan, yang dapat menghadirkan peluang sekaligus tantangan.

Hal ini dipandang sebagai peluang, karena perkembangan teknologi digital melalui Internet of Things menawarkan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memperoleh informasi dan pengetahuan melintasi batas ruang dan waktu.

Pada saat yang sama, tantangannya adalah siapa pun dapat dengan mudah mengakses situs porno atau judi online. Siswa ingin bersenang-senang berselancar di dunia maya dengan membuka dan memainkan aplikasi game online mereka daripada bahan pelajaran mereka.

Guru lebih tertarik untuk memperbarui status media sosial mereka daripada meningkatkan keterampilan belajar dan inovasi mereka. Perkembangan era digital ini memiliki dampak positif dan negatif, sehingga tidak cukup menguasai teknologi informasi saja, namun mengingat kualitas kehidupan manusia yang beradab, diperlukan sikap yang cermat terhadap teknologi. 

Baca Juga: Sistem Rekrutmen Guru Berbasis pada Kualitas

Menurut Chairul Tanjung (2018) yang mempresentasikan Rangkaian Kuliah Eksekutif di PSKK Pusat Studi Politik dan Demografi Universitas Gajah Mada mengatakan bahwa saat ini kita memiliki dua anomali yang luar biasa, yaitu di bidang teknologi yang dapat dilacak hingga kegiatan industri.

Revolusi 4.0 dan perubahan gaya hidup generasi yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup. Revolusi industri 4.0 telah membawa perusahaan teknologi digital seperti Google, Facebook, YouTube, dan lain-lain menguasai ekosistem dan perekonomian dunia.

Saat ini, data merupakan aset yang paling berharga bagi perusahaan dibandingkan dengan aset fisik seperti tanah, bangunan, dan lain-lain.

Ada tanda-tanda bahwa banyak perusahaan terbesar di dunia mulai melirik teknologi Metaverse, dunia maya yang bertindak sebagai replika digital, diciptakan dari dunia nyata. Konsekuensi logisnya, perkembangan teknologi ini akan berdampak besar pada gaya hidup masyarakat di masa depan. 

Berbagai kajian tentang perkembangan Revolusi Industri 4.0 dinilai berpotensi mereduksi peran manusia atau terdorong oleh teknologi, menciptakan sebuah gagasan yang mencerminkan dinamika sosial masyarakat masa depan yang dirancang untuk dilakukan oleh manusia.

Teknologi mengendalikan orang, bukan sebaliknya. Konsep masyarakat masa depan yang diprakarsai dan dipromosikan oleh pemerintah Jepang sebagai Society 5.0 adalah konsep sosial berbasis teknologi yang berpusat pada manusia.

Menurut sikap, ini berarti bahwa sosial budaya masyarakat masa depan harus memanusiakan manusia dengan bantuan teknologi, jika teknologi terlalu diprioritaskan tanpa mempertimbangkan sudut pandang manusia, akibatnya bisa berbahaya.

Pemerintah Jepang meluncurkan model Era Super Smart Society 5.0 pada 2019 untuk mengantisipasi disrupsi dari revolusi industri 4.0 yang diyakini telah menimbulkan kompleksitas, ketidakpastian, dan pelemahan nilai-nilai kemanusiaan.

The Land of the Rising Sun telah meneliti dan menilai bahwa Society 5.0 merupakan konsep masyarakat modern sebagai solusi atas tantangan dan permasalahan yang ditimbulkan oleh revolusi industri 4.0. 

Era revolusi industri 4.0 dan Society 5.0 penuh dengan tantangan dan peluang yang tidak dapat dihindari, namun harus dihadapi dengan mengutamakan dunia pendidikan yang berperan penting dalam menciptakan SDM unggul dan meningkatkan kualitas permainan.

Syarif Burhanuddin (2018), Direktur Pembinaan Konstruksi PUPR berpendapat bahwa perkembangan teknologi yang semakin pesat ini tidak dapat dihindari tetapi harus dilawan dengan menyediakan data, teknologi, dan sumber daya manusia yang cukup sebagai modal.

Baca Juga: Siapkah Indonesia Menyambut Revolusi Industri 4.0?

Karakteristik industri barangkali revolusi akan datang yang mensyaratkan tiga hal, yaitu dinamika perkembangan dunia industri, yang harus siap menghadapi tuntutan pragmatis kecepatan, dan manusia yang juga harus bisa saling berkomunikasi dan bekerjasama menyelesaikan pekerjaan secara efisien dan tepat waktu.

Dwi Nuran (2021), Analis Implementasi Kurikulum Pendidikan, Direktorat Sekolah Dasar, menegaskan bahwa satuan pendidikan juga memerlukan perubahan paradigma pendidikan untuk menghadapi Society 5.0.

Diantaranya, guru meminimalkan perannya sebagai penyedia materi pembelajaran, pelatih menjadi sumber inspirasi tumbuhnya kreativitas siswa. Pendidik bertindak sebagai fasilitator, pembimbing, pemberi inspirasi dan pembelajar sejati, mendorong siswa untuk “kebebasan belajar”. 

Menurut PBB, tantangan pendidikan abad 21 adalah membangun masyarakat berbasis pengetahuan dengan: (1) teknologi informasi dan komunikasi serta literasi media (TIK & literasi media); dan (2) keterampilan berpikir kritis (critical); (3) pemecahan masalah; (4) keterampilan komunikasi yang efektif; dan (5) keterampilan kolaboratif (collaborative skill).

Kelima karakteristik masyarakat abad 21 di atas dapat dibangun dengan mengintegrasikan teknologi digital ke dalam proses pembelajaran.

Sebagai pendidik, mereka harus memotivasi diri untuk meningkatkan literasi teknologi digital mereka untuk merancang, meningkatkan, dan menggunakan perangkat teknologi dalam proses pembelajaran yang kreatif dan inovatif untuk mendukung dan membimbing siswa mereka dalam menghadapi tantangan global abad ke-21.

Menurut Zulkifar (2019), Director of Educational Consulting Services (High Performance) Hafecs, di era Society 5.0, guru harus lebih inovatif dan dinamis saat mengajar di kelas, guru harus mengukur diri sendiri apakah sudah baik atau belum. Cara dia mengajar muridnya sangat tepat dan tidak terlalu mengukur muridnya.

Oleh karena itu, sebagai pendidik masyarakat 5.0 perlu mengetahui cara memanfaatkan teknologi secara bijak, antara lain; Internet of Things (IoT), virtual/ augmented reality (VR/AR), artificial intelligence (AI) dalam dunia pendidikan untuk menemukan dan mengidentifikasi kebutuhan belajar siswa agar pembelajaran menjadi lebih menarik, menyenangkan, kontekstual, dan desain yang beragam. 

Baca Juga: Harapan Besar untuk Industri Makanan di Idonesia bagi Rakyat Indonesia

Kecakapan hidup abad 21 diperlukan untuk menghadapi revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0. Menurut laporan World Economic Forum’s Future of Jobs 2020, pada tahun 2025 akan ada 10 keterampilan utama, termasuk: 

  • Pemecahan masalah;
  • Pemikiran analitis dan inovasi;
  • Pemecahan masalah yang kompleks;
  • Berpikir kritis dan analisis;
  • Kreativitas, orisinalitas, dan inisiatif;
  • Penalaran, pemecahan masalah, dan brainstorming;
  • Mengelola diri sendiri;
  • Pembelajaran aktif dan strategi pembelajaran;
  • Fleksibilitas, toleransi stres, dan daya tahan;
  • Bekerja dengan orang;
  • Kepemimpinan dan dampak sosial;
  • Penggunaan dan pengembangan teknologi;
  • Penggunaan, pemantauan, dan pengendalian teknologi;
  • Perencanaan dan pemrograman teknologi.

Menurut Kompasiana (2019), manusia abad 21 setidaknya memiliki empat kompetensi, yaitu literasi teknologi dan literasi informasi. Guru di Era Masyarakat 5.0 harus menjadi pemimpin dalam mengajar, mengutamakan pembelajaran yang berpusat pada siswa, berinisiatif membawa perubahan ke arah yang lebih baik, menjadi panutan yang baik bagi siswa, dan terus berinovasi untuk memperkenalkan pembelajaran yang kontekstual, menarik, dan menyenangkan.

Mereka tahu bagaimana membekali siswa mereka untuk menghadapi tantangan abad ke-21. Sedangkan menurut Jennifer Nichols Initiative, empat prinsip utama pembelajaran di abad 21 adalah:  

1. Mengajar Harus Berpusat pada Siswa

Dalam pengembangan pembelajaran, metode pembelajaran yang berpusat pada siswa hendaknya digunakan sebagai subjek yang secara aktif mengembangkan minat dan potensinya sesuai dengan kodratnya.

Siswa tidak perlu lagi mendengar dan menghafalkan topik yang diberikan guru, tetapi berusaha membangun pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan kemampuan dan tingkat berpikirnya, sambil diajak berpartisipasi dalam pemecahan masalah dalam situasi sosial yang nyata.

Baca Juga: Menjadi Guru Inspiratif Masa Kini

Tentang masyarakat, guru bertindak sebagai pembimbing, berusaha membantu siswa menghubungkan apa yang sudah mereka ketahui dengan informasi baru yang mereka pelajari.

Berikan siswa kesempatan untuk belajar dengan cara dan gaya belajar mereka sendiri, dan dorong mereka untuk mengambil tanggung jawab atas pembelajaran mereka. Selain itu, guru berperan sebagai pembimbing dan berusaha membantu siswa ketika mengalami kesulitan.

2. Pendidikan Harus Menjadi Kolaborasi

Siswa harus belajar untuk bekerja dengan orang lain. Bekerja dengan orang-orang dari latar belakang ras, etnis, budaya, dan agama yang berbeda. Dalam meneliti informasi dan membangun makna, siswa harus didorong untuk bekerja secara kolaboratif dengan teman sekelasnya.

Dalam pekerjaan proyek, siswa harus belajar menghargai kekuatan dan kemampuan masing-masing individu, mengerjakan tugas, dan menyesuaikannya dengan tepat.

Demikian pula, sekolah (termasuk guru) harus dapat berkolaborasi dengan lembaga pendidikan (pendidik) lain di seluruh dunia untuk berbagi pengetahuan, pengalaman praktis, dan metode pembelajaran yang dikembangkan. Kemudian mereka siap untuk melakukan perubahan dan menginovasi metode pembelajaran mereka untuk memperbaikinya. 

3. Pembelajaran Harus Memiliki Konteks

Belajar tidak berarti apa-apa jika tidak mempengaruhi kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, topik yang diangkat harus berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dan lingkungan siswa. Guru merancang metode pembelajaran yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata.

Pendidik membantu peserta didik menemukan nilai, makna, dan keyakinan terhadap apa yang dipelajarinya dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. 

4. Sekolah Harus Diintegrasikan ke dalam Masyarakat

Sekolah harus mampu mendorong partisipasi siswa dalam masyarakatnya untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan beradab. Misalnya, menyelenggarakan kegiatan masyarakat di mana siswa dapat belajar mengambil peran dan melakukan kegiatan tertentu dalam lingkungan sosial.

Siswa dapat berpartisipasi dalam berbagai program komunitas seperti: kesehatan, pendidikan, program lingkungan, dan lain-lain. Selain itu, siswa harus diajak mengunjungi panti asuhan untuk melatih empati dan kepedulian sosial mereka.

Baca Juga: Pengaruh Sarana dan Prasarana Pendidikan terhadap Kualitas Belajar di Sekolah

Dengan bantuan teknologi dan Internet of Things, siswa dapat berbuat lebih banyak lagi, ruang gerak sosial siswa tidak lagi hanya di sekitar sekolah atau sekitarnya, tetapi dapat menjangkau lapisan masyarakat di berbagai belahan dunia. Pendidikan harus membantu siswa tumbuh menjadi warga digital yang bertanggung jawab dan beradab.

Pendidikan nasional diharapkan mampu mewujudkan pendidikan yang berkarakter dan cerdas dengan cara menaikkan dan meratakan mutu pendidikan, memperluas akses, dan memperoleh arti penting dalam mewujudkan kelas dunia.

Untuk mencapai hal tersebut, interaksi pembelajaran dilaksanakan melalui blended learning (melalui kolaborasi), project-based learning (melalui kegiatan proyek yang sinergis dan berkelanjutan), flipped classroom (melalui interaksi publik dan interaksi digital). 

Penulis: Imam Hafidz Ma’ruf
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam UIN Raden Mas Said Surakarta

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Kirim Artikel

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI