Edukasi Digital dalam Ruang Keluarga

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan memiliki arti yaitu, usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Serta menurut Bapak Pendidikan kita yaitu Ki Hadjar Dewantara, pendidikan dimaknai sebagai proses pembudayaan yang meliputi semua proses untuk memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga maksud untuk memajukan serta memperkembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran suatu nilai-nilai kemanusiaan. Dan juga beliau berkeyakinan bahwasanya pendidikan sangatlah penting untuk seseorang dan kelompok tidak terbatas genre, usia, suku, agama, etnis dari mulai lahir sampai meninggal dunia.

Di dalam konstitusi kita pun, pembukaan Undang-Undang 1945 alinea IV disebutkan salah satu tujuan negara ini ialah mencerdaskan semua anak bangsa selain menjadi hak bagi setiap individu dan kelompok masyarakat di negeri ini. Terlihat sangat pentingnya suatu pendidikan, ketika elemen itu telah menjadi semacam hak dan negara memiliki kewajiban untuk memfasilitasinya.

Sesungguhnya fungsi negara untuk menerapkan pendidikan ke semua khalayak lapisan anak bangsa agar menjadi apa yang disebut  sebagai upaya penyadaran, bahwa pendidikan adalah hak dan negara akan mengakomodirnya menjadi kewajiban sebagai pihak fasilitator, seharusnya maksud tersebut dapat tersampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat di negeri ini. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2017 tentang Pelibatan Keluarga pada Penyelenggaraan Pendidikan, disebutkan bahwa peran keluarga dalam pendidikan anak di satuan pendidikan memiliki posisi yang sangat sentral atau kunci dalam menciptakan ekosistem pendidikan yang kondusif guna mencapai keberhasilan dalam penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Jadi di sini muncul pertanyaan, peran yang seperti apakah yang harus dilaksanakan oleh keluarga yang notabene merupakan satuan keluarga terkecil?

Kalau kita lihat proses pembelajaran di satuan pendidikan saat ini, serta membandingkannya dengan semakin berkembang dan majunya teknologi dan informasi sepertinya entitas keluarga dapat menemukan perannya di sisi tersebut. Proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang dimulai dari SD, SMP sampai SMA serta tingkat satuan yang sama semisal Madrasah dan SMK kurang lebih sama, baik dari sistem maupun teknis penyelenggaraan pendidikan itu sendiri. Dengan menggunakan Kurikulum yang kurang lebih sama walaupun diwadahi oleh Lembaga yang berbeda (Kemendikbud dan Kemenag). Adanya sistem paket dalam pembelajaran memberikan efek domino ke beberapa sektor, yaitu beban mata pelajaran yang berbeda, durasi belajar, standar pengajar, sarana dan prasarana bahkan adanya sertifikasi atau akreditasi terhadap institusi-institusi pendidikan (adanya sekolah negeri, swasta, standar nasional, Internasional dan lain sebagainya).

Terlepas dari semua kondisi penyelenggaraan pendidikan itu, sistem yang di atas akan maksimal jika penyelenggaraan pendidikan yang formal seperti yang telah dibahas didukung oleh sistem informal. Nah, di sinilah peran keluarga memperoleh tempatnya dengan memanfaatkan kemajuan di sektor teknologi dan informasi, dengan menerapakan pembelajaran model digitalisasi pada setiap anak dan keluargalah yang akan menjadi pihak fasilitatornya untuk kali ini. Durasi pembelajaran di setiap satuan pendidikan yang hanya berkisar 8 jam di ruang kelas dinilai belum maksimal menggenjot kualitas individu di setiap lini, apakah itu lini kognitif, afektif sampai menyangkut sisi spritualitas. Maka tidaklah heran, mayoritas pihak keluarga mencari semacam jalan alternatif guna menutupi kekurangan tersebut, dengan menyediakan pembelajaran tambahan di luar jam formal sekolah bagi peserta didik, yang kita kenal dengan belajar mandiri atau pribadi (private less). Namun, lagi-lagi kekurangan didapat dari model ini, yaitu kurangnya dalam hal kontrol atau pengawasan terhadap anak oleh pihak keluarga.

Jadi, dengan memanfaatkan majunya teknologi informasi memiliki maksud bahwa pihak keluargalah yang harus menjadi “guru” dalam pembelajaran informal ini. Peserta didik tidak harus lagi ditempatkan di lembaga-lembaga swasta yang menyediakan jasa belajar mandiri atau private less dengan cara yang manual. Semakin banyaknya aplikasi atau start-up, dengan model pembelajaran online semakin memudahkan peserta didik untuk memahami setiap mata pelajaran. Bisa dilakukan dimana saja dengan waktu yang relatif fleksibel. Sebelum pihak keluarga yang bersangkutan mengambil peran sebagai pendamping, ada kalanya pemahaman terhadap model pembelajaraan digital ini harus keluarga terlebih dahulu.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat dapat menjadi pihak ketiga dalam konsep ini, dengan mengadakan sosialisasi sampai pada pelatihan teknis terhadap keluarga khususnya serta umumnya pada masyarakat luas. Pelatihan teknis dapat berupa mengadakan kursus menggunakan komputer, serta mengenalkan berbagai aplikasi pembelajaran online dengan tata cara penggunaannya, dilengkapi pelatihan berbagai mata pelajaran peserta didik di sekolah. Pelatihan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu yang terukur, menyiapkan sertifikasi bagi peserta didik yang dianggap lulus dalam pelatihan ini dan menyiapkan yang bersangkutan untuk langsung turun menjadi “guru” sekaligus pendamping bagi peserta didiknya. Yang diharapkan dalam konsep pembelajan online ini, kita jeli dalam memanfaatkan peluang di era digital ini terutama dalam pendidikan, memanfaatkan keluarga sebagai pihak pengajar langsung serta menyesuaikan dalam pendidikan modern global. Insyaallah, konsep ini pun bisa memberikan dukungan bagi system penyelenggaraan pendidikan formal sekolah dengan hasil akhir berupa terciptanya peserta didik yang berkualitas dari semua aspek, kepribadian, kemampuan akademik, sikap, rasa bersosial serta rasa pengabdian untuk bangsa dan Negara ini.

Rendy Merta Rahim
Mahasiswa Himpunan Ilmu Pemerintahan Universitas Jenderal Ahmad Yani

Pos terkait

Kirim Artikel Opini, Karya Ilmiah, Karya Sastra atau Rilis Berita ke Media Mahasiswa Indonesia
melalui WhatsApp (WA): 0822-1088-8201
Ketentuan dan Kriteria Artikel, baca di SINI