Penyebaran virus corona di Indonesia terus mengalami peningkatan jumlah kasus maupun korban jiwa. Situs Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, (Covid19.go.id) mencatat, hingga 21 Agustus 2020 ada 149.408 positif corona, 6.500 meninggal dunia, dan 102.991 pasien yang sembuh. Tentu saja jumlah tersebut masih menjadi ketakutan yang nyata di masyarakat untuk tetap beraktivitas di rumah saja dan tetap waspada akan penyebaran virus yang tak kunjung hilang ini.
Sebagai harapan untuk tampil menjadi ujung tombak penanggulangan virus corona, pemerintah Indonesia memiliki tanggungjawab penuh atas kondisi masyarakatnya saat ini. Karena itu, pemerintah pun tidak tinggal diam dalam menghadapi masa pandemi ini. Beberapa kebijakan pun dikeluarkan pemerintah baik pusat maupun daerah mulai dari Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), hingga penetapan era New Normal seperti sekarang ini.
Tetapi seiring berjalannya waktu, pemerintah lebih berfokus untuk memulihkan sektor ekonomi nasional ketimbang memikirkan bagaimana penyebaran virus corona ini berakhir. Secara sekilas, kedua hal tersebut memang berhubungan dan saling berkaitan, namun faktanya apa yang menjadi perhatian lebih oleh pemerintah kita saat ini hanyalah sektor ekonomi belaka. Kenapa demikian? Mari kita kaji secara perlahan tapi pasti!
Covid-19 dan Hukum Pertumbuhan Ekonomi
Bosman Batubara (2020) menjelaskan bahwa kehadiran Covid-19 merupakan bagian dari moda produksi kapitalisme. Salah satu hukum besar moda produksi kapitalisme yaitu mencari atau mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya yang kemudian terinstitusionalisasi ke dalam negara dalam wujud Hukum Pertumbuhan Ekonomi. Menurut Bosman, pertumbuhan ekonomi merupakan cara untuk menyatakan agregasi produksi dalam proses kapitalisme. Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi merupakan diktat yang harus diikuti oleh negara.
Nah, untuk mengejar pertumbuhan ekonomi itu, maka ekspansi investasi ekonomi negara terus menerus dilakukan ke segala penjuru negeri. Akibatnya, ekosistem mengalami perubahan yang sangat carut-marut karena kerusakan lingkungan yang disebabkan pertambangan dan perusahaan-perusahaan yang dicita-citakan mampu menjadi penopang ekonomi negeri tadi.
Contohnya, sungai-sungai disumpal dan dibendung untuk diambil energi dan airnya. Sawah dan rawa direklamasi untuk dijadikan bangunan-bangunan (entah milik siapa). Pegunungan-pegunungan dikeruk perutnya untuk diambil energi dan semennya. Hutan-hutan dibabat pohonnya untuk diambil mineral dan kayunya, dan aktivitas-aktivitas pengrusakan alam lainnya. Dampaknya ialah banyak entitas non-manusia yang punah dan kehilangan habitatnya.
Jika kita sejenak mengingat ke awal mula kemunculan covid-19 ini, banyak sekali dugaan yang ditujukan terhadap Labolatorium Wuhan Institute of Virology (WIV) dimana tempat virus ini pertama kali terdEteksi. Ada pula dugaan bahwa covid-19 merupakan virus yang berasal dari spesies hewan yang termutasi dengan suatu virus yang kemudian menyebar ke dalam tubuh manusia. Terlepas dari semua dugaan itu, kondisi ini membenarkan pernyataan Bosman Batubara (2020) yang menjelaskan bahwa entitas non-manusia yang kehilangan habitatnya akan memasuki ruang-ruang yang baru dengan cara meloncat ke dalam tubuh manusia.
Tindakan Lucu Pemerintah Kita
Dampak dari penyebaran Covid-19 di Indonesia sangat berbeda dengan di kota-kota besar negara maju. Contohnya kota Milan dan New York bahkan Wuhan sekalipun yang cenderung memiliki infrastruktur lebih maju daripada Indonesia. Sehingga jika fasilitas rumah sakit sudah tidak memadai, maka pemerintah kota-kota tersebut dengan cepat membangun rumah sakit baru seperti yang sudah terjadi di China.
Sementara di negara kita? jika fasilitas tidak memadai maka mustahil sekali rumah sakit baru dibangun secepat kilat, wong jumlah tempat tidur rumah sakit, ICU, dan sarana kesehatan lainnya sangat buruk jika dibandingkan dengan negara-negara tadi. Akhirnya ketakutan masyarakat terhadap penyebaran Covid-19 ini semakin meninggi mengingat buruknya fasilitas kesehatan di Indonesia. Bahkan, tenaga kesehatan Indonesia pun banyak sekali yang gugur diterjang virus karena persoalan kompleks tersebut.
Parahnya, selama ini pemerintah kita melakukan penanganan virus corona ini dengan hanya memperhatikan wilayah teknis semata. Seperti wajib cuci tangan pakai sabun, pakai masker jika keluar rumah, wajib rapid tes bagi yang hendak perjalanan jauh, pengliburan sekolah, larangan mudik lebaran, dan hal-hal lainnya yang sama sekali tidak membuat pandemi ini segera berakhir.
Kenapa saya katakan lucu? Karena, Alih-alih memikirkan secara mendalam akal persoalan dalam mengakhiri pandemi, yang ada ialah pemerintah kita hendak melakukan promosi wisata. Lebih parah, pemerintah kita malah disibukkan dengan pembahasan RUU Minerba dan Omnibus Law RUU Cilaka yang secara tidak sadar dapat menyebabkan hilangnya habitat entitas non-manusia tadi.
Logikanya begini, jika dalam kondisi normal (sebelum pandemi) saja ekspansi investasi ekonomi negeri dengan cara membabibuta sumber daya alam merupakan tindakan yang sangat riskan menimbulkan persoalan antara masyarakat dan pemerintah (seperti kasus NYIA Kulon Progo, Pabrik Semen Rembang, Tambang Batu Bara Kalimantan, PLTPB Gunung Slamet, dan masih banyak lagi), apa lagi dalam kondisi pandemi ini menggolkan Omnibus Law untuk mempermudah ekspolitasi alam dengan dalih stabilitas ekonomi dan mengesampingkan penanggulangan penyebaran Covid-19 ini.
Tindakan pemerintah lainnya ialah aturan wajib rapid test dan swab test bagi yang hendak melakukan perjalanan jauh khusus pengguna transportasi udara dengan harga yang berubah-ubah menjadi semakin mahal, serta dibukanya Mall-Mall lebih cepat daripada tempat-tempat ibadah. Protokol kesehatan yang acak seperti itu dapat menimbulkan berbagai skeptis di masyarakat. Hal itu membenarkan pernyataan Dandhy Dwi Laksono (14/08/2020) yang mengatakan bahwa “ancaman pandemi corona adalah satu masalah, tetapi tindakan-tindakan pemerintah kita menyebabkan banyak masalah baru”.
Oleh karena itu, penanganan dari segi wilayah teknis saja tidak akan mampu mengusir virus corona ini dari Indonesia. Akan tetapi butuh diskusi mendalam terkait akar persoalan tentang pandemi ini, seperti dari mana virus ini berasal dan aktivitas seperti apa yang dapat menimbulkan virus baru yang merusak kehidupan ekonomi masyarakat kita ini. Bukan malah menciptakan polemik baru di masyarakat dengan mewajibkan rapid test dengan harga selangit, dan upaya menggolkan RUU Minerba dan Omnibus Law hanya untuk kepentingan ekonomi negeri semata.
Karena masyarakat kita butuh kehidupan yang normal kembali dan beraktivitas seperti biasa, dan sama sekali tidak butuh peraturan yang mendorong pengrusakan alam sehingga memungkinkan kemunculan virus-virus baru karena habitat dan ekosistem entitas non-manusia dirusak dan dibumihanguskan.
Irfan Hidayat
Mahasiswa Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Kader Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia