Budaya pangan masyarakat Indonesia secara dinamis terus berubah. Pada tahun 1950an, mayoritas masyarakat Indonesia mengandalkan pada pangan lokal yang variatif yang ada di berbagai daerah.
Masyarakat Maluku dan Papua memiliki budaya pangan yang berkaitan dengan sagu dan umbi-umbian, sementara masyarakat Nusa Tengara Timur (NTT) mengandalkan jagung. Tiga dekade kemudian, pada tahun 1980an, terutama setelah Indonesia mencapai swasembada beras (tahun 1984), budaya pangan bergeser ke beras.
Program pembangunan pertanian yang masif (revolusi hijau) yang berorientasi pada padi/ beras pada masa Orde Baru ternyata juga diikuti oleh perubahan pola pangan pokok masyarakat.
Konsumsi pangan pokok beras terus meningkat dan sejak awal tahun 2000an hampir seratus persen masyarakat Indonesia mengonsumsi beras. Gejala ini sering disebut ‘berasisasi’ dan menandai munculnya budaya pangan nasional.
Pengembangan produksi palawija merupakan salah satu aspek dalam pengembangan pertanian. Pentingnya pengembangan palawija tersebut, mengingat tanaman ini dapat memperbaiki gizi masyarakat, terutama untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah, memperbesar devisa negara dengan mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, memperluas kesempatan kerja, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Kalimantan Timur merupakan provinsi yang mempunyai lahan kering yang berpotensi besar untuk pengembangan tanaman jagung di Indonesia. Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang menjadi unggulan di Provinsi Kalimantan Timur.
Pengembangan usaha tani jagung membutuhkan ketersediaan lahan, tenaga kerja yang cukup, modal, dan sarana serta prasarana yang memadai. Kota Samarinda masih memiliki lahan yang cukup luas untuk pengembangan pertanian jagung.
Pengembangan pertanian jagung yang sangat berpotensi dalam pengembangan yaitu terdapat pada daerah Kecamatan Samarinda Utara, karena merupakan daerah pertanian yang paling luas termasuk petani jagung.
Potensi luas lahan kering yang sesuai dan belum dimanfaatkan untuk tanaman jagung mencapai 9,11 juta hektar. Potensi tersebut jauh lebih besar dari luas pertanaman jagung saat ini.
Potensi riil yang diperuntukkan bagi pengembangan jagung perlu ditetapkan sebab lahan tersebut juga menjadi sasaran pengembangan komoditas lainnya (perkebunan, hortikultura, dan pangan lainnnya).
Luas penanaman jagung di Samarinda ditargetkan mencapai 6.000 hektar diharapkan dapat tercapai dengan adanya peran berbagai pihak melalui gerakan revolusi jagung. Jumlah individu petani dan juga kondisi alam Samarinda ditengarai masih menjadi hambatan dalam peningkatan produksi jagung.
Banyak petani yang masih fokus untuk menanam padi sawah sedangkan jagung menjadi prioritas. Kawasan jagung dikembangkan di Kecamatan Muara Badak, Marang Kayu, Tenggarong Seberang, Sebulu, Muara Kaman, dan Kota Bangun.
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia tahun 1945.
Pemenuhan kebutuhan pangan terkait dengan upaya peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, sehingga nantinya akan diperoleh kualitas sumber daya manusia yang mempunyai daya saing tangguh dan unggul sebagai bangsa.
Jagung merupakan komoditi strategis bagi Indonesia karena mempunyai dimensi penggunaan yang luas seperti pangan pokok bagi sebagian penduduk (berpotensi untuk masyarakat yang lebih luas), jajanan bahan baku industri (pati,gula,pangan olahan), dan energi (bioetanol). Separuh dari penggunaan saat ini adalah sebagai bahan baku utama industri pangan.
Standar bahan pangan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). SNI dirumuskan oleh Komite Teknis dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Setiap SNI idealnya mengalami pembaruan setiap lima tahun sekali, namun mengingat proses pembentukan maupun revisi SNI memerlukan waktu yang lama, maka pembentukan maupun revisi terhadap SNI yang lama masih terkendala waktu.
SNI telah menetapkan persyaratan standar mutu jagung sebagai bahan pangan yang meliputi kadar air, biji rusak, biji berjamur, biji pecah, benda asing. dan aflatoksin. Salah satu pangan lokal yang berpotensi dikembangkan di Samarinda adalah jagung pipil.
Jagung pipil atau yang dikenal sebagai jagung keras atau dent corn adalah jenis jagung yang memiliki biji dengan endosperma yang keras dan bulir yang diambil dari bonggol tanaman jagung dengan teknik khusus tanpa mengiris daging jagung.
Jagung masuk dalam kelompok serealia, dan merupakan salah satu bahan pangan dunia yang penting selain gandum dan padi.
Warna, tekstur, dan rasa bulir jagung ditentukan oleh sifat bulir jagung dan lapisan terluarnya yang membentuk variasi warna bulir mulai dari putih, kuning, jingga, merah cerah, merah darah, ungu, hingga ungu kehitaman, serta rasa manis dan tekstur ketan pada jagung. Di Indonesia sendiri, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi.
Jagung pipil memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi, yaitu sekitar 70-80%. Selain itu, jagung pipil juga mengandung protein, lemak, mineral, dan vitamin yang cukup baik. Jagung pipil dapat diolah menjadi popcorn, marning, emping jagung, tepung jagung, jasuke, dan perkedel jagung.
Selain itu jagung pipil juga dapat digunakan sebagai bahan baku pakan ternak, baik secara langsung maupun setelah diolah menjadi tepung jagung, jagung fermentasi, atau jagung hidrolisis.
Manfaat jagung pipil yaitu melancarkan saluran pencernaan, memelihara kesehatan mata, meningkatkan kepadatan tulang, mencegah depresi, dan mengendalikan tekanan darah.
Pengembangan jagung pipil di Samarinda merupakan sebuah inisiatif kolaboratif yang melibatkan berbagai pihak, seperti masyarakat, petani lokal, pemerintah, lembaga pertanian, dan pelaku usaha pangan.
Upaya ini bertujuan untuk mengatasi beragam tantangan, seperti ketergantungan pada pangan pokok, meningkatkan ketahanan pangan, menciptakan peluang ekonomi, serta menjaga keanekaragaman pangan dan warisan budaya makanan lokal.
Inisiatif ini sangat penting karena mengoptimalkan potensi lahan dan iklim yang mendukung pertumbuhan jagung pipil di Samarinda.
Inisiatif ini sangat penting karena mengoptimalkan potensi lahan dan iklim yang mendukung pertumbuhan jagung pipil di Samarinda, sambil memanfaatkan teknologi modern dalam pemrosesan dan pemasaran produk jagung pipil.
Kolaborasi dan investasi dalam pengembangan ini akan berdampak positif terhadap kualitas hidup masyarakat setempat dan memberikan kontribusi positif pada perekonomian daerah. Jagung layak digunakan sebagai makanan utama dan dapat menjadi alternatif pengganti beras.
Jagung disarankan dikonsumsi sebagai makanan sehat karena selain kandungan karbohidratnya yang tinggi, juga kaya akan protein, vitamin B, dan vitamin A.
Penulis:
Zulfa Rahmadhani (NIM: 202310220311009)
Mahasiswa Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Malang
Editor: Ika Ayuni Lestari
Bahasa: Rahmat Al Kafi
Ikuti berita terbaru di Google News